Saturday, 18 July 2015

takdir, qodho-qodar

Menghadapi musibah dengan iman kepada takdir
yang pertama adalah Al Ilmu. Yaitu dengan meyakini bahwa 
 Allah ta’ala maha mengetahui segala sesuatu, baik yang sudah terjadi, yang sedang terjadi, ataupun yang akan terjadi. Bahkan Allah mengetahui sesuatu yang tidak terjadi, dan bagaimana jika itu terjadi. Sebagaimana juga Dia maha tahu tentang ciptaannya sebelum Dia menciptakan mereka, dan Allah mengetahui rizki, ajal, serta amalan mereka.
dalil akan hal ini sangatlah banyak, diantaranya
firman Allah ta’ala (yang artinya), “Tidak ada tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh” (Qs. Saba: 3).
Yang kedua adalah Al kitabah (penulisan). Yaitu dengan meyakini bahwa segala sesuatu sudah ditulis oleh Allah ta’ala di Lauhul Mahfudz. Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. Yasin: 12) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Allah telah menulis semua takdir makhluknya 50.000 tahun sebelum
Dia menciptakan langit dan bumi
Yang ketiga adalah Al Masyi’ah (kehendak), bahwa semua yang terjadi di dunia ini merupakan kehendak Allah ta’ala. Apa yang Dia kehendaki pasti akan terjadi, dan sebaliknya, apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan pernah terjadi. Tidak ada sesuatu yang terjadi, melainkan kehendak Allahta’ala. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya urusan Nya, apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “jadilah!” maka terjadilah” (Qs. As Shaffat: 82.
Dan yang terakhir atau yang keempat adalah Al Kholqu (penciptaan). Bahwa segala sesatu selain Allah adalah makhluk, ciptaan Allah ta’ala, Allah lah yang menciptakan mereka dari ketiadaan. Termasuk perbuatan manusia, merupakan ciptaan Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Allah menciptakan kalian serta apa yang kalian kerjakan” (Qs. As Shaffat: 96).
Penetapan takdir
Allah telah menuliskan takdir di lauhul mahfudz lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Namun Al Qur’an dan As Sunnah menunjukan bahwa ada penetapan takdir dalam waktu yang lain. Yaitu ketika seseorang masih berada di rahim ibunya, yang ini terjadi sekali seumur hidup. Kemudian takdir tahunan yang ditetapkan setaun sekali pada malam lailatul Qodar, dan takdir harian yang tetapkan setiap hari.
Mengenai penulisan takdir ketika di rahim ditunjukan oleh hadits ibnu Mas’ud, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya.

Adapun takdir yang bersifat tahunan, Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (Qs. Ad Dukhon: 3-4). Ibnu katsir rahimahullah berkata, “yaitu pada malam lailatul Qodar diputuskan dari lauhul mahfudz untuk dituliskan peristiwa yang akan terjadi selama satu tahun berkaitan dengan ajal, rizki dan lainnya dalam tahun itu

Mengenai takdir yang bersifat harian, Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “setiap waktu Dia berada dalam kesibukan” (Qs. Ar Rahman: 29). Para ulama menafsirkan ayat ini, “kesibukan Nya adalah memuliakan dan menghinakan, mengangkat dan merendahkan, memberi dan menahan, mengayakan dan memisikinkan, menghidupkan dan mematikan dan sebagainya”7

sebagian yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qodar adalah penetapan adapun qodho adalah penciptaan apa yang sudah ditetapkan. Sebagaimana diketahui bahwa takdir ada empat tingkatan, ketika Allah berkehendak kemudian menuliskannya ini yang dinamakan qadar. Kemudian ketika terjadi dan diciptakan ini yang dinamakan qadha. Maka dua hal ini sesuatu yang berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Ketika Allah menghendaki dan menetapkan sesuatu (qodho) Allah pasti akan menciptakannya (qadar). Ulama yang lain mengatakan sebaliknya; qadar adalah penetapan dan qadar adalah penciptaan.

Tapi yang paling benar adalah, bahwa kata qadha dan qadar ketika dipisah, disebutkan sendiri sendiri, maka masing masing kata mewakili kata yang lain. Ketika disebut kata qadha maka masuk di dalamnya qadar. Dan ketika disebut kata qadar masuk di dalamnya makna qadha. Namun ketika kedua duanya disebutkan secara bersamaan, maka qadha dan qadar memiliki makna masing masing sebagaimana disebutkan diatas.

Maka segala sesuatu yang ditakdirkan Allah pasti mengandung hikmah, baik yang diketahui maupun tidak diketahui oleh manusia.
Jawabannya ada dalam firman Allah ta’ala (yang artinya), “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).” (Qs. Ar Ra’du : 39)




No comments:

Post a Comment

ini komentar