Menghadapi musibah
dengan iman kepada takdir
yang pertama adalah Al Ilmu. Yaitu dengan
meyakini bahwa
Allah ta’ala maha mengetahui segala sesuatu, baik
yang sudah terjadi, yang sedang terjadi, ataupun yang akan terjadi. Bahkan
Allah mengetahui sesuatu yang tidak terjadi, dan bagaimana jika itu terjadi.
Sebagaimana juga Dia maha tahu tentang ciptaannya sebelum Dia menciptakan
mereka, dan Allah mengetahui rizki, ajal, serta amalan mereka.
dalil akan hal ini sangatlah banyak, diantaranya
firman Allah ta’ala (yang artinya), “Tidak ada
tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di
bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar,
melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh” (Qs. Saba: 3).
Yang kedua adalah Al kitabah (penulisan).
Yaitu dengan meyakini bahwa segala sesuatu sudah ditulis oleh Allah ta’ala di Lauhul Mahfudz.
Allah ta’alaberfirman (yang artinya), “Dan segala sesuatu Kami
kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. Yasin: 12)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Allah
telah menulis semua takdir makhluknya 50.000 tahun sebelum
Yang ketiga adalah Al Masyi’ah (kehendak), bahwa
semua yang terjadi di dunia ini merupakan kehendak Allah ta’ala. Apa yang Dia
kehendaki pasti akan terjadi, dan sebaliknya, apa yang tidak Dia kehendaki
tidak akan pernah terjadi. Tidak ada sesuatu yang terjadi, melainkan kehendak
Allahta’ala. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Sesungguhnya urusan Nya, apabila Dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya, “jadilah!” maka terjadilah” (Qs. As Shaffat:
82.
Dan yang terakhir atau yang keempat adalah Al Kholqu (penciptaan).
Bahwa segala sesatu selain Allah adalah makhluk, ciptaan Allah ta’ala,
Allah lah yang menciptakan mereka dari ketiadaan. Termasuk perbuatan manusia,
merupakan ciptaan Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Dan Allah menciptakan kalian serta apa yang kalian
kerjakan” (Qs. As Shaffat: 96).
Penetapan
takdir
Allah
telah menuliskan takdir di lauhul mahfudz lima puluh ribu tahun sebelum Allah
menciptakan langit dan bumi. Namun Al Qur’an dan As Sunnah menunjukan bahwa ada
penetapan takdir dalam waktu yang lain. Yaitu ketika seseorang masih berada di
rahim ibunya, yang ini terjadi sekali seumur hidup. Kemudian takdir tahunan
yang ditetapkan setaun sekali pada malam lailatul Qodar, dan takdir harian yang
tetapkan setiap hari.
Mengenai
penulisan takdir ketika di rahim ditunjukan oleh hadits ibnu Mas’ud,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya
seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari
dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah
(segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging)
seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan
ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan
rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya.
Adapun takdir
yang bersifat tahunan, Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala
urusan yang penuh hikmah” (Qs. Ad Dukhon: 3-4). Ibnu katsir rahimahullah berkata,
“yaitu pada malam lailatul Qodar diputuskan dari lauhul mahfudz untuk
dituliskan peristiwa yang akan terjadi selama satu tahun berkaitan dengan ajal,
rizki dan lainnya dalam tahun itu
Mengenai takdir
yang bersifat harian, Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “setiap
waktu Dia berada dalam kesibukan” (Qs. Ar Rahman: 29). Para ulama
menafsirkan ayat ini, “kesibukan Nya adalah memuliakan dan menghinakan,
mengangkat dan merendahkan, memberi dan menahan, mengayakan dan memisikinkan,
menghidupkan dan mematikan dan sebagainya”7
sebagian
yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qodar adalah penetapan adapun
qodho adalah penciptaan apa yang sudah ditetapkan. Sebagaimana diketahui bahwa
takdir ada empat tingkatan, ketika Allah berkehendak kemudian menuliskannya ini
yang dinamakan qadar. Kemudian ketika terjadi dan diciptakan ini yang dinamakan
qadha. Maka dua hal ini sesuatu yang berkaitan dan tidak bisa dipisahkan.
Ketika Allah menghendaki dan menetapkan sesuatu (qodho) Allah pasti akan
menciptakannya (qadar). Ulama yang lain mengatakan sebaliknya; qadar adalah
penetapan dan qadar adalah penciptaan.
Tapi
yang paling benar adalah, bahwa kata qadha dan qadar ketika dipisah, disebutkan
sendiri sendiri, maka masing masing kata mewakili kata yang lain. Ketika
disebut kata qadha maka masuk di dalamnya qadar. Dan ketika disebut kata qadar
masuk di dalamnya makna qadha. Namun ketika kedua duanya disebutkan secara
bersamaan, maka qadha dan qadar memiliki makna masing masing sebagaimana
disebutkan diatas.
Maka
segala sesuatu yang ditakdirkan Allah pasti mengandung hikmah, baik yang
diketahui maupun tidak diketahui oleh manusia.
Jawabannya
ada dalam firman Allah ta’ala (yang artinya), “Allah
menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki),
dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh).” (Qs. Ar
Ra’du : 39)
No comments:
Post a Comment
ini komentar