Wednesday, 22 July 2015

Zakat Tijarah


1. Zakat Tijarah (zakat Perniagaan/Dagangan)
zakat tijarah atau zakat barang dagangan atau perniagaan Zakat ini adalah pada harta apa saja yang memang diniatkan untuk didagangkan, bukan menjadi harta tetap dan dipakai sendiri.Syaikh Yusuf
Al Qaradhawi Haf izhahullah mengatakan tentang batasan barang dagangan:
Seandainya seseorang membeli sesuatu  untuk dipakai sendiri seperti mobil yang akan  dikendarainya, dengan niat apabila mendatangkan keuntungan nanti dia akan menjualnya, maka itu juga bukan termasuk barang tijarah (artinya tidak wajib zakat , ). Hal ini berbeda dengan jika seseorang membeli beberapa buah mobil memang untuk dijual dan mengambil keuntungan darinya, lalu jika dia mengendarai dan menggunakan mobil itu un uk dirinya, dia menemukan adanya keuntungan dan menjualnya, maka apa yang dilakukannya yaitu memakai kendaraan itu tidaklah mengeluarkan status barang itu sebagai barang perniagaan. Jadi, yang jadi prinsip adalah niatnya. Jika membeli barang untuk dipakai sendiri, dia tidak meniatkan untuk menjual dan mencari keuntungan, maka hal itu tidak merubahnya menjadi barang tijarah walaupun akhirnya dia menjualnya dan mendapat keuntungan. Begitu juga sebaliknya jika seorang berniat merubah barang dagangan menjadi barang yang dia pakai sendiri, maka niat itu sudah cukup menurut pendapat mayoritas fuqaha (ahli f iqih) unt uk mengeluarkan statusnya sebagai barang dagangan, dan masuk ke dalam kategori milik pribadi yang tidak berkembang. (Fiqhuz Zakah, 1/290)

Contoh : si A membeli barang-barang meubel untuk dipakai dan ditaruh dirumah, maka ini tidak kena zakat, sebab tidak ada zakat pada harta yang kita gunakan sendiri seperti rumah, kendaraan, pakaian, walaupun berjumlah banyak kecuali jika itu diperdagangkan . Nah, jika si A membeli barang barang tersebut untuk dijual, maka barang tersebut wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishabnya dan jika sudah satu haul (setahun), yaitu dengan cara ditaksir harganya dan dikeluarkan dalam bentuk harganya itu, sebanyak 1/40 harganya.

Abu Amr bin Himas menceritakan, bahwa ayahnya menjual kulit dan alat -alat yang terbuat dari kulit , lalu Umar bin Al Khat hab berkata kepadanya:
“Wahai Himas, tunaikanlah zakat hartamu itu.” Beliau menjawab: “Demi Allah, saya tidak punya harta, sesungguhnya saya cuma menjual kulit .” Umar berkata: “Perkirakan harganya, dan keluarkan zakat nya!” (Diriwayat kan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 10557, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 7099, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7392)

Dari kisah ini, Imam Ibnu Qudamah mengat akan adanya zakat tijarah adalah ijma’, sebab tidak ada pengingkaran terhadap sikap Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu. Beliau mengatakan:
Kisah seperti ini masyhur (tenar), dan tidak ada yang mengingkarinya, maka hal ini menjadi ijma’. (Lihat Al Mughni, 5/414. Mawqi’ Al Islam) Yang termasuk kategori ini, adalah hasil dari sewa menyewa. Tanah, kios, kebun, rumah, tidaklah ada zakatnya, tetapi jika disewakan maka harga sewa itu yang dizakat kan. Syaikh Muhammad Khaathir Rahimahullah (mufti Mesir pada zamannya)
berkata: Tanah yang dipersiapkan untuk didirikan bangunan tidak wajib dizakati, kecuali diniatkan untuk dibisniskan dengan mengembangkannya. (Fat awa Al Azhar, 1/157. Fat wa 15 Muharam 1398)

No comments:

Post a Comment

ini komentar