zakat tijarah atau
zakat barang dagangan atau perniagaan Zakat ini adalah pada harta apa saja
yang memang diniatkan untuk didagangkan, bukan menjadi harta tetap dan dipakai
sendiri.Syaikh Yusuf
Al Qaradhawi Haf
izhahullah mengatakan tentang batasan barang dagangan:
Seandainya
seseorang membeli sesuatu untuk dipakai
sendiri seperti mobil yang akan dikendarainya,
dengan niat apabila mendatangkan keuntungan nanti dia akan menjualnya, maka itu
juga bukan termasuk barang tijarah (artinya tidak wajib zakat , ). Hal ini
berbeda dengan jika seseorang membeli beberapa buah mobil memang untuk dijual
dan mengambil keuntungan darinya, lalu jika dia mengendarai dan menggunakan
mobil itu un uk dirinya, dia menemukan adanya keuntungan dan menjualnya, maka
apa yang dilakukannya yaitu memakai kendaraan itu tidaklah mengeluarkan status
barang itu sebagai barang perniagaan. Jadi, yang jadi prinsip adalah niatnya.
Jika membeli barang untuk dipakai sendiri, dia tidak meniatkan untuk menjual
dan mencari keuntungan, maka hal itu tidak merubahnya menjadi barang tijarah
walaupun akhirnya dia menjualnya dan mendapat keuntungan. Begitu juga sebaliknya
jika seorang berniat merubah barang dagangan menjadi barang yang dia
pakai sendiri, maka niat itu sudah cukup menurut pendapat mayoritas fuqaha
(ahli f iqih) unt uk mengeluarkan statusnya sebagai barang dagangan, dan masuk
ke dalam kategori milik pribadi yang tidak berkembang. (Fiqhuz Zakah, 1/290)
Contoh : si
A membeli barang-barang meubel untuk dipakai dan ditaruh dirumah, maka ini
tidak kena zakat, sebab tidak ada zakat pada harta yang kita gunakan sendiri
seperti rumah, kendaraan, pakaian, walaupun berjumlah banyak kecuali jika itu
diperdagangkan . Nah, jika si A membeli barang barang tersebut untuk dijual,
maka barang tersebut wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishabnya
dan jika sudah satu haul (setahun), yaitu dengan cara ditaksir harganya dan
dikeluarkan dalam bentuk harganya itu, sebanyak 1/40 harganya.
Abu Amr bin Himas
menceritakan, bahwa ayahnya menjual kulit dan alat -alat yang terbuat dari
kulit , lalu Umar bin Al Khat hab berkata kepadanya:
“Wahai Himas,
tunaikanlah zakat hartamu itu.” Beliau menjawab: “Demi Allah, saya tidak punya
harta, sesungguhnya saya cuma menjual kulit .” Umar berkata: “Perkirakan
harganya, dan keluarkan zakat nya!” (Diriwayat kan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam
Al Mushannaf No. 10557, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 7099, Al Baihaqi
dalam As Sunan Al Kubra No. 7392)
Dari kisah ini,
Imam Ibnu Qudamah mengat akan adanya zakat tijarah adalah ijma’, sebab tidak
ada pengingkaran terhadap sikap Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu. Beliau
mengatakan:
Kisah seperti ini
masyhur (tenar), dan tidak ada yang mengingkarinya, maka hal ini menjadi ijma’.
(Lihat Al Mughni, 5/414. Mawqi’ Al Islam) Yang termasuk kategori ini, adalah
hasil dari sewa menyewa. Tanah, kios, kebun, rumah, tidaklah ada zakatnya,
tetapi jika disewakan maka harga sewa itu yang dizakat kan. Syaikh Muhammad
Khaathir Rahimahullah (mufti Mesir pada zamannya)
berkata: Tanah yang
dipersiapkan untuk didirikan bangunan tidak wajib dizakati, kecuali diniatkan
untuk dibisniskan dengan mengembangkannya. (Fat awa Al
Azhar, 1/157. Fat wa 15 Muharam 1398)

No comments:
Post a Comment
ini komentar