Saturday, 24 October 2015

PRIORITAS FARDHU ATAS SUNNAH DAN NAWAFIL

PRIORITAS FARDHU ATAS SUNNAH DAN NAWAFIL

Hasil gambar untuk wajib mustahabSEBAGAIMANA   diketahui   --dalam   perkara-perkara   cabang-- sesungguhnya  amalan  yang  dilakukan oleh manusia ini terdiri atas bermacam-macam tingkatan  yang  harus  dilakukan,  dengan perbedaan tingkatan yang telah dijelaskan oleh syari'ah agama.

Ada  perkara  yang  diperintahkan  dalam  bentuk  sunnah   dan mustahab.
Ada   perkara  yang  diperintahkan  dalam  bentuk  fardhu  dan kewajiban.

Dan ada pula perkara yang berada  di  antara  kedua  hal  itu, yakni  perkara yang berada di atas mustahab, tetapi dia berada di bawah fardhu; yang oleh para fuqaha disebut dengan wajib.

1. Perkara yang termasuk di dalam fardhu ini terbagi lagi menjadi fardhu   kifayah,   yaitu  suatu  fardhu  yang  apabila  telah dilakukan oleh seorang atau beberapa orang,  maka  orang  yang lain  tidak  berdosa  bila tidak melakukannya; dan fardhu ain, yaitu suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh  setiap  orang yang  telah  memenuhi  syarat  untuk  diberi  beban  kewajiban (mukallaf).

2. Fardhu ain ini sendiri terbagi lagi  menjadi  beberapa  macam. Ada  yang kita namakan fardhu rukun (al-fara'idh al-rukniyyah) yang berkaitan dengan rukun Islam,  yaitu  syiar  ibadah  yang terdiri  atas  empat  macam:  Shalat,  zakat, puasa, dan haji. Serta fardhu lainnya yang tidak termasuk dalam kategori fardhu ini.

Al-'Allamah   Ibn   Rajab,   ketika   menjelaskan  hadits  ini (Sesungguhnya Allah memfardhukan berbagai macam  fardhu,  oleh karena  itu  janganlah  kamu  sia-siakan...) mengatakan, "Para ulama berselisih pendapat apakah wajib  dan  fardhu  itu  satu makna  ataukah  tidak? Di antara mereka ada yang berkata bahwa kedua hal itu sama.  Setiap  kewajiban  yang  didasari  dengan dalil  syar'i  dari al-Qur'an, sunnah, ijma', dan dalil syar'i lainnya adalah fardhu. pendapat ini dikenal  sebagai  pendapat para pengikut mazhab Syafi'i; dan diriwayatkan dari Ahmad yang mengatakan: 'Setiap  hal  yang  ada  di  dalam  shalat  adalah fardhu.'"

Di  antara  ulama  itu ada yang berkata, "Yang termasuk fardhu adalah sesuatu  yang  ditetapkan  dengan  dalil  yang  qath'i. Sedangkan  yang  termasuk wajib adalah sesuatu yang ditetapkan dengan dalil yang tidak qath'i."  Pendapat  ini  berasal  dari para pengikut mazhab Hanafi.

Kebanyakan  nas  yang  berasal  dari  Ahmad  membedakan antara fardhu dan wajib. Para pengikut  mazhab  Hanbali  meriwayatkan darinya  bahwa  dia  berkata, "Sesuatu itu tidak dimasukkan ke dalam fardhu kecuali apabila dia terdapat di dalam kitab Allah SWT."  Dia  berkata,  "Berkaitan  dengan  zakat  fitrah,  saya memberanikan diri untuk mengatakan  bahwa  sesungguhnya  zakat fitrah  adalah  fardhu  walaupun  Ahmad  mengatakan  bahwa dia wajib."  Di  antara  para   pengikut   mazhab   ini   berkata, "Maksudnya,   sesungguhnya   fardhu  itu  ialah  sesuatu  yang ditetapkan melalui al-Qur'an  sedangkan  wajib  ialah  sesuatu yang ditetapkan melalui sunnah Nabi saw." Ada pula mereka yang berkata, "Sesungguhnya  Ahmad  bermaksud  bahwa  sesuatu  yang fardhu  itu  ditetapkan  melalui  dalil  naqli yang mutawatir; sedangkan wajib ialah sesuatu yang ditetapkan melalui ijtihad; sehingga   banyak   sekali  pandangan  yang  berkaitan  dengan kewajiban ini."

MENGANGGAP MUDAH TERHADAP HAL-HAL YANG SUNNAH DAN MUSTAHAB
Berkaitan dengan fiqh prioritas ini, kita  harus  mendahulukan hal  yang  paling  wajib atas hal yang wajib, mendahulukan hal yang wajib atas mustahab,  dan  kita  perlu  menganggap  mudah hal-hal  yang  sunnah dan mustahab serta harus mengambil berat terhadap hal-hal yang fardhu dan wajib. Kita mesti  menekankan lebih  banyak  terhadap  perkara-perkara  fardhu yang mendasar daripada perkara yang lainnya; khususnya shalat dan zakat yang merupakan  dua  macam fardhu yang sangat mendasar, yang selalu digandengkan penyebutannya di dalam al-Qur'an pada  dua  puluh delapan tempat; dan juga banyak sekali hadits yang menyebutkan kedua hal ini. Antara lain:

Diriwayatkan dari Ibn  Umar  r.a.  bahwasanya  Rasulullah  saw bersabda,

"Islam itu dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, haji ke Baitullah, dan berpuasa di hari Ramadhan."

Diriwayatkan dari Thalhah bin Ubaidillah  r.a.  berkata,  "Ada seorang  lelaki  penduduk  Najed yang datang kepada Rasulullah saw dengan kepala terbuka. Kami mendengar  suara  dengungannya tetapi  tidak  dapat  menangkap apa yang dia katakan. Sehingga kami mendekatkan diri  kepada  Rasulullah  saw.  Ternyata  dia bertanya  tentang Islam. Maka Rasulullah saw bersabda, "Shalat lima waktu sehari semalam." Dia  bertanya  lagi,  "Apakah  ada kewajiban  lain  atas  diriku  selain  itu?"  Beliau menjawab, "Tidak, kecuali bila engkau hendak melaksanakan yang  sunnah." Kemudian  Rasulullah saw menyebutkan zakat kepadanya, lalu dia bertanya lagi: "Apakah ada kewajiban lain atas  diriku  selain itu?"  Beliau  menjawab,  "Tidak,  kecuali  bila engkau hendak melaksanakan yang sunnah." Kemudian lelaki itu kembali lagi ke tempat  asalnya  sambil  berkata,  "Demi Allah, aku tidak akan menambah dan menguranginya."  Maka  Rasulullah  saw  bersabda, "Dia akan mendapatkan keberuntungan kalau yang dia katakan itu benar."" (Muttafaq 'Alaih)

Diriwayatkan dari Ibn Abbas r. a. berkata bahwasanya Nabi  saw mengutus Mu'adz r.a. untuk pergi ke Yaman, beliau saw bersabda kepadanya, "Ajaklah mereka  untuk  bersaksi  bahwa  tidak  ada Tuhan  selain  Allah  dan  sesungguhnya aku adalah Rasulullah. Apabila  mereka  mematuhi  dirimu  dalam  perkara  ini,   maka beritakanlah kepada mereka bahwasanya Allah telah memfardhukan shalat lima waktu sehari semalam. Dan apabila mereka  mentaati dirimu  dalam  perkara  ini,  maka  beritakanlah kepada mereka bahwa  Allah  SWT  telah  memfardhukan  kepada  mereka   untuk membayar  zakat  yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir di antara mereka."

Diriwayatkan dari Ibn Umar r. a. berkata bahwa Rasulullah  saw bersabda, "Aku telah diperintahkan untuk memerangi orang-orang sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain  Allah,  dan sesungguhnya  Muhammad  adalah  Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat. Jika mereka telah melaksanakan perkara-perkara itu,  berarti  mereka  telah  melindungi darah dan harta benda mereka dari diriku. Dan Allah SWT  akan  menghitung  apa  yang telah mereka lakukan."

Diriwayatkan  dan  Abu  Hurairah  r.a.   berkata,   "Ketika Rasulullah  saw wafat dan Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, ada di antara orang-orang Arab  yang  menjadi  kafir  kembali, maka  Umar  r.a.  berkata,  'Bagaimanakah kalau kita memerangi orang-orang itu karena Rasulullah  saw  telah  bersabda,  'Aku telah   diperintakkan  untuk  memerangi  orang-orang  sehingga mereka  mengucapkan  bahwa  tiada  tuhan  selain  Allah.  Maka barangsiapa yang mengatakannya maka dia telah melindungi harta dan jiwanya dari diriku, dan Allah akan memperhitungian segala amal  perbuatannya.'?'  Maka  Abu  Bakar menjawab 'Demi Allah, sungguh aku akan memerangi orang yang memisahkan antara shalat dan  zakat.  Karena sesungguhnya zakat adalah hak harta benda. Demi Allah, kalau mereka enggan memberikan  seekor  unta  yang dahulu  pernah  mereka  berikan kepada Rasulullah saw maka aku akan memerangi mereka, karena keengganan itu.'  Umar  berkata, 'Demi  Allah,  itu  tidak lain kecuali bahwa aku telah melihat Allah melapangkan hati Abu Bakar  untuk  melakukan  peperangan itu, dan aku betul-betul mengetahuinya.'"

Diriwayatkan dari Abu Ayyub r.a., ia berkata bahwa ada seorang lelaki datang kepada Nabi saw kemudian dia berkata kepada Nabi saw, "Beritahukanlah  kepadaku  amalan  yang  dapat  membuatku masuk  surga."  Nabi saw bersabda, "Sembahlah Allah dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu selain Dia, dirikan shalat, bayar zakat dan jalinlah silaturahim."

Diriwayatkan dari Abu Hurairah  r.a.,  ia  berkata  bahwa  ada seorang  lelaki  Arab  Badui  datang  kepada  Nabi  saw sambil berkata, "Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku amalan  yang apabila  aku  melakukannya,  aku akan masuk surga." Rasulullah saw menjawab, "Sembahlah Allah dan jangan  mempersekutukan-Nya dengan  sesuatupun.  Dirikan  shalat  fardhu,  bayarlah  zakat fardhu, dan berpuasalah pada bulan Ramadhan." Kemudian  lelaki itu berkata, "Demi yang diriku berada di tangan-Nya, aku tidak akan menambah atau menguranginya. "Ketika  orang  itu  kembali lagi  ke  tempat asalnya, Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang ingin  melihat  lelaki  penghuni  surga,  maka  hendaklah  dia melihat orang ini."

Hadits  ini  dan  hadits  Thalhah  di  atas  menunjukkan bahwa perkara-perkara  fardhu  ini  adalah   dasar   amalan   agama. Barangsiapa     mengerjakannya    dengan    sempurna,    tidak menguranginya sedikitpun,  berarti  dia  telah  membuka  pintu surga,  walaupun dia tidak mengerjakan amalan-amalan sunnah di luar fardhu itu. Ajaran yang diterapkan oleh Nabi  saw  ketika beliau  mengajar  para  sahabatnya  ialah memusatkan perhatian terhadap rukun  dan  dasar,  dan  bukan  menekankan  perhatian terhadap  perkara-perkara  kecil, parsial, yang tidak akan ada habisnya.

No comments:

Post a Comment

ini komentar