Sunday, 27 December 2015

BAB 10(2) : TULISAN & EJAAN BAHASA ARAB DALAM AL-QUR'AN



BAB 10 :   TULISAN & EJAAN BAHASA ARAB DALAM AL-QUR'AN
3. Bagian Tanda Titik (Nuqat) dalam Mushaf Zaman Dulu
 
Setelah kita mendiskusikan ejaan (ortografi) sekarang kita beralih pada masalah tulisan (palaeografi).23 Seperti dalam bab sebelumnya kita menelusuri palaeografi Arab dalam perspektif sejarah, sekarang kita hendak telusuri dalam konteks AI-Qur'an dan meneliti perkembangannya. Sebagian besar dari diskusi ini akan berputar di sekitar permasalahan nuqat ( : titik ) yang mempunyai dua makna pada zaman awal Islam:
Kerangka Tanda Titik: Ini adalah tanda titik yang terletak baik di atas atau di bawah guna membedakan huruf lain yang kerangkanya sama, seperti h ( ), kh ( ), dan j ( ). Ini disebut sebagai nuqat al-i jam  ( ),  sistem ini sudah terkenal pada zaman Arab sebelum Islam atau setidaknya pada awal Islam­sebelum Mushaf ‘Uthmani, sebagaimana kita akan jelaskan di bawah ini.
Tanda Diakritikal (di bawah atau atas )
Ini dalam bahasa Arab disebut tashkil (  : seperti dammah, fathah, kasrah) atau nuqat al-i ‘rab ( );24 Ini bisa berbentuk titik atau tanda yang konvensional yang dibuat oleh Abu al-Aswad ad-Du'ali (10 sebelum hijrah - 69 H./ 611 - 688 M.25
Kita akan diskusikan kedua-duanya dengan panjang lebar.

i. Tulisan Arab Kuno dan Kerangka Tanda Titik

Rasm al-Khat (lit. gambar skrip) Al-Qur'an dalam Mushaf ‘Uthmani tidak memuat tanda titik untuk membedakan karakter seperti b ( ), t ( ), dan seterusnya, dan juga tidak ada baris diakritikal (bawah, atas) seperti fathah, dammah, dan kasrah. Sebenarnya ada bukti kukuh yang menunjukkan bahwa konsep tanda titik ini bukan sesuatu yang baru untuk orang Arab, sudah diketahui sebelum Islam datang. Walaupun bagaimana tanda titik ini tidak ada pada Mushaf-Mushaf klasik. Apa pun juga alasan filosofisnya di kejadian ini,26 saya akan mengemukakan beberapa contoh untuk membuktikan bahwa palaeo­grafi (tulisan) Arab klasik mempunyai tanda titik untuk menemani kerangka sifat (huruf).
Batu nisan Raqush, Inskripsi Arab sebelum Islam yang tertua, tahun 267 M., mencatat tanda titik di atas huruf dhal, ra' dan shin.27
Sebuah inskripsi, kemungkinan sebelum Islam, di Sakaka (Arab Utara), ditulis dalam skrip yang rada aneh:
 
Gambar 10.2: Inskripsi agak aneh ditemukan di Sakaka. Sumber: Winner dan Reed, Ancient Records from North Arabia, gambar 8. Dicetak ulang dengan izin penerbit.
 
Inskripsi itu (seperti kombinasi karakter antara Nabatean dan Arab)28 memuat tanda titik yang menggabung dengan huruf Arab berikut ini: nb ( ), dan t (   ).
Dokumentasi dalam dua bahasa di atas kertas papyrus, tahun 22 H.,29 disimpan di Osterreichische Nationalbibliothek di Vienna.
 


Gambar 10.3: Sebuah dokumentasi dalam dua bahasa yang bertanggal dari Mesir. Sumber: Perpustakaan Nasional Austria, Koleksi kertas papyrus, P. Vindob. G 39726. Dicetak ulang dengan izin mereka.
 
Gambar 10.4: Baris terakhir dibaca: Bulan Jamad al-‘ula tahun 22 Hijrah dan ditulis oleh Ibn Hudaidah.
 
Dokumentasi ini mendapat sambutan sejak zaman pemerintahan Khalifah 'Umar bin Khattab. Karakter Bahasa Arab di bawah ini mempunyai tanda titik: n ( ), kh ( ), dh ), sh ( ), dan z ( ).30
Sebuah inskripsi dekat Mekah, tahun 46 H., mencatat satu tanda titik di atas huruf b ( ).31
Dam Mu'awiyah dekat Madinah mempunyai satu inskripsi dengan memasukkan tanda titik di atas huruf t ( ).32
Dam Mu'awiyah yang lain. Ini dekat Ta'if dengan bertuliskan satu inskripsi bertanggalkan tahun 58 H.

Gambar 10.5: Inskripsi tahun 58 H.-di atas dam Mu'awiyah dekat Ta'if.

 
Karakter di bawah ini mempunyai tanda titik: ya ( ), b ( ), n ( ), th ( ), kh ( ), f ( ) dan t ( ).33
 
Sebagaimana tampak di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa sampai tahun 58 hijrah, huruf-huruf di bawah ini sudah diberi tanda titik guna membedakan huruf lain yang bentuknya sama: n ( ), kh ( ), dh (  ), sh ( ), z ( ), ya (  ), b (  ), th ( )  f ( ), dan t ( ). Jumlah semuanya sepuluh karakter. Melihat pada tiga inskripsi pertama, yang ada sebelum Mushaf 'Uthmani, kita menemukan bahwa titik-titik itu sudah diberi ukuran bentuk yang sama dengan apa yang digunakan sekarang ini.
Muhammad bin ‘Ubaid bin Aus al-Gassani, sekretaris Mu'awiyah, menyatakan bahwa Mu'awiyah meminta dia untuk meletakkan beberapa tarqish ( ) dalam dokumentasi tertentu. Menanyakan apa yang di­maksudkan dengan tarqish, dia diberitahukan, "Untuk memberi karakter pada tanda titik yang tepat." Mu'awiyah menambahkan bahwa dia telah melakukan hal yang sama dengan satu dokumentasi yang dia telah tulis atas nama Nabi Muhammad saw." Al-Gassani adalah seorang yang tidak dikenal di kalangan ahli hadith (traditionist), dan inilah yang melemahkan riwayatnya,35 tetapi kita tidak bisa mengurangi nilai kejadian ini yang merupakan fakta yang tak mungkin dibantah, yang membuktikan bahwa tanda titik telah digunakan pada Mushaf klasik.

ii. Penemuan Tanda Diakritikal

Sebagaimana tersebut di atas bahwa tanda diakritikal ini dalam Bahasa Arab disebut tashkil yang dibuat oleh Abu al-Aswad ad-Du'ali (w. 69 H./ 688 M.). Ibn Abi Mulaika melaporkan bahwa pada zaman pemerintahan `Umar, seorang Badui datang meminta seorang guru untuk membantu belajar Al­Qur'an. Seseorang mengajar sukarela (volunteer), tetapi kemudian melakukan kesalahan ketika mengajar yang menyebabkan 'Umar memberhentikannya, membetulkan, dan kemudian menyuruh agar yang mengajar Al-Qur'an hanya orang yang mapan Bahasa Arabnya. Dengan kejadian itu 'Umar tidak lagi bimbang dan kemudian minta Abu al-Aswad Du'ali untuk mengarang sebuah risalah tentang tata Bahasa Arab.36

Ad-Du'ali melaksanakan tugasnya dengan ikhlas, yang akhirnya dia menetapkan empat tanda diakritikal yang akan diletakkan pada ujung huruf tiap kata. Ini berbentuk titik-titik merah (untuk membedakannya dari kerangka tanda titik yang berwarna hitam), dengan setiap posisi titik memberikan arti pada tanda tertentu. Satu titik terletak sesudahnya, di atas, atau di bawah huruf menjadikan masing-masing dammah, Fathah, atau kasrah sebagaimana mesti­nya. Demikian halnya dengan titik yang terletak setelah, di atas atau di bawah huruf berbentuk dammah Tanween (dua dammah), Fathah tanween, atau kasrah tanween sebagaimana mestinya37 (sinopsis ini sedikit kelihatan adil pada ketentuan sebenarnya dan agak jelas). Pada zaman pemerintahan Mu'awiyah (w. 60 H. / 679 M.), dia menerima perintah untuk melaksanakan sistem tanda titik ke dalam naskah Mushaf, yang kemungkinan dapat terselesaikan pada tahun 50 H. / 670 M.
 

Gambar 10.6: Contoh Mushaf yang ditulis dalam skrip Kufi, memuat kerangka tanda titik ad­ Du'ali. Jasa baik dari Museum Arsip Nasional Yaman.

Skim (kerangka) ini kemudian diturunkan dari ad-Du'ali ke generasi penerusnya melalui usaha Yahya bin Ya'mar (w. 90 H./ 708 M.), Nasr bin `Asim al-Laithi (w. 100 H./718 M) dan Maimun al-Aqran, sampai kepada Khalil bin Ahmad al-Fraheedi (w. 170 H. / 186 M.) yang akhirnya mengubah corak (pattern) ini dengan menggantikan tanda titik merah berbentuk menyerupai karakter tertentu.38 Beberapa abad kemudian skim kerangka al­ Fraheedi menggantikan sistem sebelumnya.
Setiap pusat (kota) kelihatannya pada awalnya mempraktikkan kaidah yang berlainan. Ibn Ushta melaporkan bahwa Mushaf Isma'il al-Qust, Imam Mekah (100-170 H. / 718-186 M.) memakai sistem tanda titik yang tidak sama dengan Mushaf yang digunakan oleh orang Irak,39 sedangkan ad-Dani men­catat bahwa ilmuwan San'a' mengikuti kerangka lain.40 Sama juga, bentuk atau contoh yang digunakan orang Madinah berbeda dengan yang digunakan oleh orang Basra; pada ujung abad pertama hijrah bagaimanapun, kaidah orang Basra semakin meluas sehingga orang-orang Madinah pun mengadopsinya.41 Perkembangan berikutnya mulai memperkenalkan tanda titik warna-warni, setiap tanda diakritikal telah diberi warna yang berbeda.


Gambar 10.7: Contoh Mushaf dalam skrip Kufi. Titik diakritikal warna-warni (merah, Hijau, kuning, dan Biru muda). Per1u dicatat juga pemisah ayat dan tanda kesepuluh ayat, sebagaimana telah disinggung dalam bab 6. Jasa Baik dari Museum Arsip Nasional Yaman.
 
iii. Penggunaan Secara Paralel dari Dua Skema Tanda Diakritikal yang Berbeda

Skim diakritikal Khalil bin Ahmad al-Fraheedi menyebar dengan cepat dalam pengenalannya bukan saja pada teks Al-Qur'an, jadi untuk tujuan mem­bedakan skrip dan tanda diakritikal yang digunakan untuk naskah Al-Qur'an selalu dijaga sehingga skrip dan tanda ini dibedakan dari skrip dan tanda yang digunakan pada buku-buku lain, walau bagaimanapun beberapa ahli kaligrafi secara perlahan sudah mulai menggunakan sistem diakritikal yang baru dalam Al-Qur'an.42 Saya beruntung sekali karena mempunyai beberapa buah gambar Al-Qur'an berwarna dari koleksi San'a', di mana dengan perkembangan skim seperti ini akan mudah dijelaskan.
Gambar 10.6 dan 10.7 (di atas) kemungkinan dari abad kedua hijrah sedang­kan di bawah ini adalah contoh skrip Al-Qur'an pada abad ketiga hijrah.43


Gambar 10.8: Contoh skrip AI-Qur'an pada abad ketiga hijrah. Perlu dicatat lagi tanda titik warna-warni. Jasa Baik dari Museum Arsip Nasional Yaman.

Gambar berikut ini adalah contoh skrip yang bukan Al-Qur'an pada periode yang sama. Perbedaannya dapat dilihat dalam skrip dan dalam skim kerangka yang digunakan pada titik dan tanda diakritikal. Untuk contoh yang lain, lihat gambar 10.11 dan 10.12.



Garnbar 10.9: Contoh skrip yang bukan Al-Qur'an, akhir abad kedua Hijrah. Perlu dicatat tanda diakritikal sama dengan skim al-Fraheedi. Sumber: A. Shakir (peny.) ar-Risalah of ash-Shafi'i, Kairo 1940, Papan gambar 6.

No comments:

Post a Comment

ini komentar