BAB 10 : TULISAN & EJAAN BAHASA ARAB DALAM
AL-QUR'AN
3. Bagian Tanda
Titik (Nuqat) dalam Mushaf Zaman Dulu
Setelah kita
mendiskusikan ejaan (ortografi) sekarang kita beralih pada masalah tulisan (palaeografi).23
Seperti dalam bab sebelumnya kita menelusuri palaeografi Arab dalam perspektif
sejarah, sekarang kita hendak telusuri dalam konteks AI-Qur'an dan meneliti
perkembangannya. Sebagian besar dari diskusi ini akan berputar di sekitar
permasalahan nuqat (
: titik ) yang mempunyai dua makna pada zaman
awal Islam:

Kerangka Tanda
Titik: Ini adalah tanda titik yang terletak baik di atas atau di bawah guna
membedakan huruf lain yang kerangkanya sama, seperti h (
), kh (
), dan j (
). Ini disebut sebagai nuqat al-i jam (
), sistem ini sudah terkenal pada zaman
Arab sebelum Islam atau setidaknya pada awal Islamsebelum Mushaf ‘Uthmani,
sebagaimana kita akan jelaskan di bawah ini.




Tanda Diakritikal
(di bawah atau atas )
Ini dalam bahasa Arab disebut tashkil (
: seperti dammah, fathah, kasrah) atau nuqat
al-i ‘rab (
);24 Ini
bisa berbentuk titik atau tanda yang konvensional yang dibuat oleh Abu al-Aswad
ad-Du'ali (10 sebelum hijrah - 69 H./ 611 - 688 M.25
Ini dalam bahasa Arab disebut tashkil (


Kita akan
diskusikan kedua-duanya dengan panjang lebar.
i.
Tulisan Arab Kuno dan Kerangka Tanda Titik
Rasm al-Khat (lit.
gambar skrip) Al-Qur'an dalam Mushaf ‘Uthmani tidak memuat tanda titik untuk
membedakan karakter seperti b (
), t (
), dan seterusnya, dan juga tidak ada
baris diakritikal (bawah, atas) seperti fathah, dammah, dan kasrah.
Sebenarnya ada bukti kukuh yang menunjukkan bahwa konsep tanda titik ini
bukan sesuatu yang baru untuk orang Arab, sudah diketahui sebelum Islam datang.
Walaupun bagaimana tanda titik ini tidak ada pada Mushaf-Mushaf klasik. Apa pun
juga alasan filosofisnya di kejadian ini,26 saya
akan mengemukakan beberapa contoh untuk membuktikan bahwa palaeografi
(tulisan) Arab klasik mempunyai tanda titik untuk menemani kerangka sifat
(huruf).


Batu nisan Raqush,
Inskripsi Arab sebelum Islam yang tertua, tahun 267 M., mencatat tanda titik di
atas huruf dhal, ra' dan shin.27
Sebuah inskripsi,
kemungkinan sebelum Islam, di Sakaka (Arab Utara), ditulis dalam skrip yang
rada aneh:
Gambar 10.2:
Inskripsi agak aneh ditemukan di Sakaka. Sumber: Winner dan Reed, Ancient
Records from North Arabia, gambar 8. Dicetak ulang dengan izin penerbit.
Inskripsi itu
(seperti kombinasi karakter antara Nabatean dan Arab)28 memuat
tanda titik yang menggabung dengan huruf Arab berikut ini: n (
) b (
), dan t (
).



Dokumentasi dalam
dua bahasa di atas kertas papyrus, tahun 22 H.,29 disimpan
di Osterreichische Nationalbibliothek di Vienna.
Gambar 10.3: Sebuah dokumentasi dalam dua bahasa yang bertanggal dari Mesir. Sumber: Perpustakaan Nasional Austria, Koleksi kertas papyrus, P. Vindob. G 39726. Dicetak ulang dengan izin mereka.
![]() |
Gambar 10.4:
Baris terakhir dibaca: Bulan Jamad al-‘ula tahun 22 Hijrah dan ditulis oleh Ibn
Hudaidah.
Dokumentasi ini
mendapat sambutan sejak zaman pemerintahan Khalifah 'Umar bin Khattab. Karakter
Bahasa Arab di bawah ini mempunyai tanda titik: n (
), kh (
), dh (
), sh (
), dan z (
).30





Sebuah inskripsi
dekat Mekah, tahun 46 H., mencatat satu tanda titik di atas huruf b (
).31

Dam Mu'awiyah dekat
Madinah mempunyai satu inskripsi dengan memasukkan tanda titik di atas huruf t
(
).32

Dam Mu'awiyah yang
lain. Ini dekat Ta'if dengan bertuliskan satu inskripsi bertanggalkan tahun 58
H.
Gambar 10.5: Inskripsi
tahun 58 H.-di atas dam Mu'awiyah dekat Ta'if.
Karakter di bawah
ini mempunyai tanda titik: ya (
), b (
), n (
), th (
), kh (
), f (
) dan t (
).33







Sebagaimana tampak
di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa sampai tahun 58 hijrah, huruf-huruf di
bawah ini sudah diberi tanda titik guna membedakan huruf lain yang bentuknya
sama: n (
), kh (
), dh (
), sh (
), z (
), ya (
), b (
), th (
) f (
), dan t (
). Jumlah semuanya sepuluh karakter. Melihat
pada tiga inskripsi pertama, yang ada sebelum Mushaf 'Uthmani, kita menemukan
bahwa titik-titik itu sudah diberi ukuran bentuk yang sama dengan apa yang
digunakan sekarang ini.










Muhammad bin ‘Ubaid
bin Aus al-Gassani, sekretaris Mu'awiyah, menyatakan bahwa Mu'awiyah meminta
dia untuk meletakkan beberapa tarqish (
) dalam dokumentasi tertentu. Menanyakan apa
yang dimaksudkan dengan tarqish, dia diberitahukan, "Untuk memberi
karakter pada tanda titik yang tepat." Mu'awiyah menambahkan bahwa dia
telah melakukan hal yang sama dengan satu dokumentasi yang dia telah tulis atas
nama Nabi Muhammad saw." Al-Gassani adalah seorang yang tidak dikenal di
kalangan ahli hadith (traditionist), dan inilah yang melemahkan
riwayatnya,35 tetapi
kita tidak bisa mengurangi nilai kejadian ini yang merupakan fakta yang tak
mungkin dibantah, yang membuktikan bahwa tanda titik telah digunakan pada
Mushaf klasik.

ii.
Penemuan Tanda Diakritikal
Sebagaimana
tersebut di atas bahwa tanda diakritikal ini dalam Bahasa Arab disebut tashkil
yang dibuat oleh Abu al-Aswad ad-Du'ali (w. 69 H./ 688 M.). Ibn Abi Mulaika
melaporkan bahwa pada zaman pemerintahan `Umar, seorang Badui datang meminta
seorang guru untuk membantu belajar AlQur'an. Seseorang mengajar sukarela
(volunteer), tetapi kemudian melakukan kesalahan ketika mengajar yang
menyebabkan 'Umar memberhentikannya, membetulkan, dan kemudian menyuruh agar
yang mengajar Al-Qur'an hanya orang yang mapan Bahasa Arabnya. Dengan kejadian
itu 'Umar tidak lagi bimbang dan kemudian minta Abu al-Aswad Du'ali untuk
mengarang sebuah risalah tentang tata Bahasa Arab.36
Ad-Du'ali
melaksanakan tugasnya dengan ikhlas, yang akhirnya dia menetapkan empat tanda
diakritikal yang akan diletakkan pada ujung huruf tiap kata. Ini berbentuk
titik-titik merah (untuk membedakannya dari kerangka tanda titik yang berwarna
hitam), dengan setiap posisi titik memberikan arti pada tanda tertentu. Satu
titik terletak sesudahnya, di atas, atau di bawah huruf menjadikan
masing-masing dammah, Fathah, atau kasrah sebagaimana mestinya.
Demikian halnya dengan titik yang terletak setelah, di atas atau di bawah huruf
berbentuk dammah Tanween (dua dammah), Fathah tanween, atau kasrah
tanween sebagaimana mestinya37
(sinopsis ini sedikit kelihatan adil pada ketentuan sebenarnya dan agak jelas).
Pada zaman pemerintahan Mu'awiyah (w. 60 H. / 679 M.), dia menerima perintah
untuk melaksanakan sistem tanda titik ke dalam naskah Mushaf, yang kemungkinan
dapat terselesaikan pada tahun 50 H. / 670 M.
Gambar 10.6: Contoh Mushaf yang ditulis dalam skrip Kufi, memuat kerangka tanda titik ad Du'ali. Jasa baik dari Museum Arsip Nasional Yaman.
Skim (kerangka) ini
kemudian diturunkan dari ad-Du'ali ke generasi penerusnya melalui usaha Yahya
bin Ya'mar (w. 90 H./ 708 M.), Nasr bin `Asim al-Laithi (w. 100 H./718 M) dan
Maimun al-Aqran, sampai kepada Khalil bin Ahmad al-Fraheedi (w. 170 H. / 186
M.) yang akhirnya mengubah corak (pattern) ini dengan menggantikan tanda titik merah
berbentuk menyerupai karakter tertentu.38
Beberapa abad kemudian skim kerangka al Fraheedi menggantikan sistem
sebelumnya.
Setiap pusat (kota)
kelihatannya pada awalnya mempraktikkan kaidah yang berlainan. Ibn Ushta
melaporkan bahwa Mushaf Isma'il al-Qust, Imam Mekah (100-170 H. / 718-186 M.)
memakai sistem tanda titik yang tidak sama dengan Mushaf yang digunakan oleh
orang Irak,39
sedangkan ad-Dani mencatat bahwa ilmuwan San'a' mengikuti kerangka lain.40 Sama
juga, bentuk atau contoh yang digunakan orang Madinah berbeda dengan yang
digunakan oleh orang Basra; pada ujung abad pertama hijrah bagaimanapun, kaidah
orang Basra semakin meluas sehingga orang-orang Madinah pun mengadopsinya.41
Perkembangan berikutnya mulai memperkenalkan tanda titik warna-warni, setiap
tanda diakritikal telah diberi warna yang berbeda.
Gambar 10.7: Contoh
Mushaf dalam skrip Kufi. Titik diakritikal warna-warni (merah, Hijau, kuning,
dan Biru muda). Per1u dicatat juga pemisah ayat dan tanda kesepuluh ayat, sebagaimana
telah disinggung dalam bab 6. Jasa Baik dari Museum Arsip Nasional Yaman.
iii.
Penggunaan Secara Paralel dari Dua Skema Tanda Diakritikal yang Berbeda
Skim diakritikal
Khalil bin Ahmad al-Fraheedi menyebar dengan cepat dalam pengenalannya bukan
saja pada teks Al-Qur'an, jadi untuk tujuan membedakan skrip dan tanda
diakritikal yang digunakan untuk naskah Al-Qur'an selalu dijaga sehingga skrip
dan tanda ini dibedakan dari skrip dan tanda yang digunakan pada buku-buku
lain, walau bagaimanapun beberapa ahli kaligrafi secara perlahan sudah mulai
menggunakan sistem diakritikal yang baru dalam Al-Qur'an.42 Saya
beruntung sekali karena mempunyai beberapa buah gambar Al-Qur'an berwarna dari
koleksi San'a', di mana dengan perkembangan skim seperti ini akan mudah
dijelaskan.
Gambar 10.6 dan
10.7 (di atas) kemungkinan
dari abad kedua hijrah sedangkan di bawah ini adalah contoh skrip Al-Qur'an
pada abad ketiga hijrah.43
Gambar 10.8:
Contoh skrip AI-Qur'an pada abad ketiga hijrah. Perlu dicatat lagi tanda titik
warna-warni. Jasa Baik dari Museum Arsip Nasional Yaman.
Gambar berikut ini
adalah contoh skrip yang bukan Al-Qur'an pada periode yang sama. Perbedaannya
dapat dilihat dalam skrip dan dalam skim kerangka yang digunakan pada titik dan
tanda diakritikal. Untuk contoh yang lain, lihat gambar 10.11 dan 10.12.
Garnbar 10.9: Contoh skrip yang bukan Al-Qur'an, akhir abad kedua Hijrah. Perlu dicatat tanda diakritikal sama dengan skim al-Fraheedi. Sumber: A. Shakir (peny.) ar-Risalah of ash-Shafi'i, Kairo 1940, Papan gambar 6.
No comments:
Post a Comment
ini komentar