Islam Menyelesaikan Permasalahan
Seseorang yang menyandarkan dirinya pada prinsip-prinsip
dalam Alquran selalu sanggup menyelesaikan permasalahan hidupnya dan senantiasa
bertindak bijaksana. Demikianlah, orang yang hidup dengan prinsip tersebut tak
pernah merasakan frustasi, bagaimanapun rumit keadaan yang dihadapi. Karena
itulah, dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai/ajaran agama, tak seorang
pun dari mereka yang tak dapat menyelesaikan masalahnya.
Ketika nilai agama tidak ditegakkan, manusia tidak
menampakkan kemanusiaannya. Permasalahan sederhana sekalipun, tidak akan
terselesaikan secara bijaksana dalam masyarakat tak beragama. Masyarakat
demikian menghadapi kesukaran terus-menerus sepanjang hidupnya. Jangankan
mencari penyelesaian, justru mereka mencari masalah dalam kesehariannya,
seolah-olah itu adalah malapetaka yang tak mungkin terselesaikan.
Karena tak sanggup menyelesaikan masalah yang bertubi-tubi
dalam setiap segi kehidupannya, mereka kemudian berputus asa dan menggugat.
Sementara itu, karena gagal mempertahankan alasan, mereka tak mendapatkan
satupun pemecahan. Bahkan jika mereka mendapatkannya, hal itu terbukti tidak
rasional, karena yang mereka dapatkan berasal dari pemikiran dangkal.
Alasan utama mengapa konflik senantiasa tak terselesaikan
dalam masyarakat yang jauh dari agama adalah anggota masyarakat sendiri tidak
mampu menyelesaikan persoalan pribadinya. Seseorang yang tidak menyandarkan
dirinya pada prinsip-prinsip Islam akan mengatasi persoalannya dengan cara-cara
mereka sendiri.
Dalam hal ini, dia berusaha memuaskan diri sendiri tanpa
mempertimbangkan kepentingan orang banyak. Dalam setiap tindakannya, dia tak
mau menghadapi resiko, dan tak mau menghabiskan tenaga dan biaya, atau
mengambil tanggung jawab yang bermanfaat bagi kepentingan orang lain.
Bahkan hal sepele yang gampang diatasi menjadi teka-teki
baginya. Setiap orang ingin mempengaruhi orang lain, bertindak menjilat
atasannya, ingin kedudukannya diakui, atau paling tidak ingin menjadi orang
yang selalu memberi “kata akhir” atau keputusan. Kepribadian yang demikian
menyebabkan orang lain tak bisa memberikan sumbang sih pemikiran.
Alasan dibalik kedunguan orang yang tak mau hidup dengan
prinsip-prinsip agama yang ingin membawa kesimpulan yang memuaskan dinyatakan
dalam ayat berikut ini: Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat.
Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka terpecah belah. Yang demikian
itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti. (QS. Al-Hasyr:
14).
Contoh paling sering terlihat dalam program diskusi terbuka
yang ditayangkan di televis. Peserta mendiskusikan suatu hal selama berjam-jam.
Karena setiap orang cenderung mengeluarkan argument/bantahan, didapatlah
ketidaksepakatan yang bersifat umum.
Para peserta barangkali membenarkan pemikiran lawan
bicaranya, akan tetapi kesombongan mencegah mereka mengakuinya, dan yang paling
penting bagi mereka semata-mata menunjukkan perlawanan. Hal ini dikarenakan,
yang sesungguhnya ingin dicapai bukanlah kebenaran, akan tetapi menjadi orang
yang memberikan keputusan akhir.
Yang mengherankan, selama diskusi, berbagai masalah, konflik
dan perbedaan cenderung meningkat. Sesungguhnya, dari awal mereka memang tak
berniat untuk menemukan solusi. Mereka membangun dan bernaung dalam kesombongan
philosophi, berpedoman bahwa materi sesungguhnya adalah berdiskusi,
berekspresi, dan mengubah cara pandang orang. Mereka berpikir bahwa wajar saja
ketika tidak mendapati solusi setelah bediskusi berjam-jam.
Orang-orang beriman, menyadari bahwa Allah memperhitungkan
segala sesuatu, mengharuskan orang bertindak bijaksana dan hati-hati dalam
setiap keadaan. Mereka membuat keputusan paling tepat dan menemukan solusi
terbaik.
Mereka dapat memutuskan segala permasalahan dengan cepat
tanpa terhalang apapun, karena mereka dituntun oleh moral terbaik, tanggung
jawab, dan kemampuan berpikir yang diilhami oleh ajaran Alquran. Urusan mereka
diputuskan dengan musyawarah antara mereka (QS. Asy-Syuura: 38). Setiap saat
mereka mengambil pilihan yang paling diridhai Allah. Tak satupun hal yang
bertentangan dengan keadilan dan kebenaran, meski barangkali itu berlawanan
dengan kepentingan atau kepuasan pribadi mereka.
Hanya mengabdi pada Allah dan mengharap imbalan hanya
dari-Nya, orang mukmin tak pernah mencari pengakuan dari orang lain, mencari
gelar di mata manusia ataupun disanjung oleh mereka. Oleh karenanya, dalam
setiap keputusan yang mereka ambil, mereka senantiasa menerima dukungan,
bimbingan, ilham, dan hikmah dari Allah.
Orang beriman memiliki ketakutan dan ketundukan yang sangat
pada aturan Allah, sehingga ia diberi furqaan untuk membedakan yang hak dan
yang bathil (QS. Al-Anfal: 29) sehingga ia tiba pada keputusan yang tepat.
Mereka pun akan mendapatkan “jalan keluar” (QS. Ath-Thalaq: 2) dan kemudahan
dalam segala urusan (QS. Ath-Thalaq: 4).
No comments:
Post a Comment
ini komentar