Interaksi Iman dan Ilmu, Pencemaran Thermal
Antara tumbuh-tumbuhan di pihak yang lain dengan manusia dan binatang di
pihak yang lain membentuk sistem yang dalam ungkapan bidal Melayu lama berbunyi:
Seperti aur dengan tebing, atau dalam ungkapan modern yang canggih bunyinya:
Mutualis simbiosis, suatu ekosistem saling menghidupi dan menghidupkan. Aur yang
tumbuh di tebing mendapat zat-zat yang dibutuhkan tanaman untuk bertumbuh.
Akar-akar aur menusuk ke dalam tanah di tebing untuk dapat mengisap zat-zat yang
dibutuhkannya itu. Di pihak yang lain tebing mendapatkan manfaat dari akar-akar
rumpun aur, tebing menjadi kuat, tidak mudah terban (tidak pakai g).
Untuk dapat hidup, manusia dan binatang harus mengisi perut, makan dan
minum dan mengisap udara, bernafas. Tujuan makan bukan untuk kenyang, karena itu
hanya sekadar kesan saja, melainkan makan pada hakekatnya adalah mengisi tubuh
dengan bahan bakar. Dan bernafas bukan hanya sekadar menghirup udara segar
supaya tidak mati lemas, melainkan mengisi tubuh dengan oksigen dari udara. Di
dalam tubuh manusia dan binatang terjadilah reaksi kimia yang disebut oksidasi.
Reaksi kimia ini menimbulkan panas dan proses tersebut disebut respirasi.
Demikianlah tubuh manusia dan binatang menjadi panas, dan panas ini
dipertahankan suhunya oleh suatu sistem yang musykil dalam tubuh manusia dan
binatang, yaitu sistem pengatur suhu. Menarik nafas artinya memasukkan oksigen
ke dalam tubuh, sedangkan mengeluarkan nafas artinya membuang sampah hasil
pembakaran ke udara. Sebenarnya yang dibuang ke udara itu pada hakekatnya hanya
sejenis yang berupa sampah dan yang lain tidak dipandang sampah. Yang epertama
adalah karbon dioksida, zat asam arang, CO2. Yang kedua adalah air dalam bentuk
uap. Air yang berasal dari menegeluarkan nafas ini dapat dilihat jika kita ada
di tempat dingin. Uap air itu mengembun di udara berupa titik-titik air yang
halus, kelihatannya seperti asap putih atau kabut.
CO2
ayang dihasilkan/dikeluarkan dari tubuh manusia dan binatang merupakan polutan,
zat pencemar yang mencemarkan udara. Pencemaran udara oleh CO2 ini bukan
semata-mata dari manusia dan binatang saja, melainkan, dan ini yang lebih
banyak, berasal dari budak-budak tenaga, energy slaves. Tidaklah
berperi-kemanusiaan, jika manusia memperbudak sesamanya manusia. Akan tetapi
oleh karena pada dasarnya manusia suka memperbudak, maka manusia memperbudak
binatang, tenaga otot binatang dimanfaatkan untuk bekerja. Setelah James Watt
mendapatkan mesin uap, maka manusia memproduksi budak-budak tenaga secara
massal, yaitu mesin-mesin yang dayanya lebih besar dari daya otot binatang. Dan
mesin-mesin ini menghasilkan CO2 jauh lebih banyak ketimbang CO2 yang berasal
dari manusia dan binatang. Sehingga sangat perlu sekali dilaksanakan birth
control terhadap budak-budak tenaga ini. Mengapa? Oleh karena CO2 ini adalah zat
pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran thermal, thermal pollution. Bumi
jadi panas, suhunya naik, es di kutub utara dan selatan mencair, air laut naik,
maka terjadilah banjir yang akan lebih hebat dari banjir di zaman Nabi Nuh AS.
Dan naiknya permukaan laut ini bukan teori omong kosong, betul-betul naik
menurut hasil intizhar atau observasi.
Mengapa CO2 itu menjadi penyebab pencemaran thermal, informasinya seperti
berikut: Lapisan udara yang mengandung CO2 yang banyak, menyebabkan permukaan
bumi ditutupi oleh lapisan CO2. Ini menyebabkan terjadinya efek rumah kaca. Di
tempat yang beriklim dingin, jika ingin menanam buah-buahan dan sayur-sauran
yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi dari suhu udara luar, maka buah-buahan
dan sayur-sayuran itu ditanam di dalam rumah kaca. Gelas atau kaca adalah zat
bening, radiasi matahari gampang menerobos masuk. Radiasi matahari yang disebut
photon itu memukul molekul-molekul udara dalam rumah kaca. Getaran molekul udara
itu dipacu oleh photon itu, maka bertambah intensiflah getaran molekul udara
itu, yang membawa kesan fenomena naiknya suhu udara, karena itulah udara
bertambah panas. Kaca adalah penghantar panas yang jelek. Maka terperangkaplah
panas itu dalam rumah kaca. Photon mudah menerobos masuk, namun setelah tenaga
radiasi itu sudah ditransfer menjadi tenaga panas dalam rumah kaca, gelombang
panas tidak/kurang mampu menerobos keluar. Inilah efek rumah kaca. Juga CO2
adalah zat bening mudah ditembus photon matahari. Juga CO2 adalah zat pengantar
panas yang jelek. Maka terperangkaplah gelombang panas dalam ruang antara
lapisan CO2 dengan permukaan bumi, seperti halnya gelombang panas dalam rumah
kaca.
Demikianlah seterusnya gejala alam berupa naiknya suhu di permukaan bumi
ini, atau globalisasi thermal ini, maka Allah SWT memberikan informasi kepada
ummat manusia sejak lebih 14 abad yang lalu. Berfirman Allah SWT dalam Al Quran,
S. Yasin, ayat 80 sebagai berikut: Alladzie ja'alalakum minasysyajari-lakhdhari
naaran faidzaa antum minu tuuqiduun. artinya: Yaitu Yang menjadikan bagimu api
dalam (zat) hijau pohon dan dengan itu kamu dapat membakar. Sepintas lalu secara
common sence, kita menjumpai pertentangan antara akal dengan wahyu. Akal kita
mengatakan, bahwa api itu atau yang dibakar itu bukan dari pohon yang hijau,
melainkan dari kayu-kayuan dan daun-daunan yang kering berwarna coklat. Ada
kitab tafsir yang mencoba menjelaskan bahwa ada sejenis pohon yang dapat
dijadikan kayu bakar, walaupun masih hijau. Tetapi akal kita mengatakan bahwa
menurut qaidah bahasa Arab, bentuk mudzakkar (laki-laki) asysyjaru-lakhdhar
dalam ayat di atas menunjuk kepada pohon secara keseluruhan, bukan hanya sekadar
sejenis pohon. Kalaulah yang dimaksud hanya sejenis, atau sebahagian pohon, maka
harus memakai bentuk muannats (perempuan), yaitu asysyaratu-lkhadhraau. Jadi
penafsiran dalam kitab tafsir tersebut tidak/belum dapat memecahkan permasalahan
adanya pertentangan antara akal dengan wahyu.
Kalau terjadi pertentangan antara akal dengan wahyu, maka akal harus
mengalah. Seperti telah dijelaskan dalam Seri 001, akal membutuhkan informasi
untuk berpikir. Akal harus mengalah kepada wahyu, oleh karena dalam keadaan yang
demikian itu adalah suatu isyarat bahwa akal membutuhkan informasi yang lebih
canggih untuk dapat merujuk akal itu kepada wahyu. Dan informasi ini bersumber
dari ilmu fisika, kimia, botani dengan pengkhususan anatomi tumbuh-tumbuhan.
Reaksi thermonuklir di matahari mentransfer wujud tenaga nuklir menjadi tenaga
radiasi yang berwujud sinar gamma yang menembus ke lapisan bagian luar dari
matahari. Sinar gamma itu mengalami penyusutan energi karena menembus lapisan
matahari itu. Setelah sampai di bagian luar sinar yang telah berdegradasi
energinya itu dikenal sebagai photon, lalu memancar ke sekeliling matahari,
antara lain menyiram permukaan bumi.
Tumbuh-tumbuhan dibangun oleh bahagian-bahagian kecil yang disebut sel.
Di dalam inti sel terdapat butir-butir pembawa zat warna. Yang terpenting di
antara butir-butir itu adalah pembawa zat warna hijau, yang disebut khlorophyl,
zat hijau daun (istilah ilmiyah dari bahasa Yunani, Kholoros = hijau, Phyllon =
daun). Khlorophyl ini menangkap photon dari matahari dan mengubah wujud tenaga
photon itu menjadi tenaga potensial kimiawi dalam makanan dan bahan bakar
hidrokarbon di dalam molekul-molekul melalui proses photosynthesis. Dalam proses
photosynthesis oleh khlorophyl ini dari bahan baku CO2 dan air dan photon
dihasilkan makanan dan bahan bakar hidrokarbon dan oksigen. Selanjutnya melalui
proses respirasi dalam tubuh manusia dan binatang dan budak-budak tenaga,
makanan dan bahan bakar itu dengan oksigen dari udara berubahlah pula menjadi
CO2 dan air. Demikianlah seterusnya daur atau siklus itu berlangsung.
Photosynthesis - CO2 dan air - respirasi - makanan, bahan bakar, dan oksigen.
Jadi tumbuh-tumbuhan mengambil CO2 dan mengeluarkan oksigen. Sebaliknya manusia
dan binatang mengambil oksigen dan mengeluarkan CO2.
Secara gampangnya asysyajaru-lakhdhar itu adalah pabrik makanan / bahan
bakar dan oksigen. Bahan mentahnya adalah air dan CO2. Mesin pabrik adalah
photon dan proses dalam pabrik yang mengolah air dan CO2 menjadi makanan / bahan
bakar dan oksigen disebut proses photosynthesis. Makanan dibakar dengan oksigen
dalam tubuh manusia, oksigen dihisap dari udara, demikian pula bahan bakar
dibakar dengan oksigen dalam mesin-mesin pabrik. Oksigen disedot dari udara.
Itulah ma'na minasysyajari-lakhdhari naaran faidzaa antum minhu tuuqiduun.
Demikianlah ilmu fisika, kimia, botani dengan pengkhususan anatomi
tumbuh-tumbuhan membantu kita untuk dapat memahami S. Yasin, ayat 80 dengan
baik, memberikan informasi yang cukup bagi akal kita, sehingga menghilangkan
pertentangan antara akal dengan wahyu.
Alhasil, jika informasi itu cukup lengkap bagi akal, akan hilanglah
pertentangan antara akal dengan wahyu. Pemakaian istilah asysyjaru-lakhdhar, zat
hijau pohon dalam Al Quran lebih tepat dari istilah ilmiyah khlorophyl, zat
hijau daun, oleh karena zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja,
melainkan pada seluruh bagian pohon asal masih berwarna hijau, mulai akar yang
tersembul asal masih hijau, dari batang asal masih hijau, cabang asal masih
hijau, ranting, daun, sampai ke pucuk serta buah yang masih hijau.
Dari
S. Yasin, ayat 80 itu, dengan penjelasan berupa informasi dari ilmu fisika,
kimia, botani dengan pengkhususan anatomi tumbuh-tumbuhan sebagai ilmu bantu
untuk dapat mengerti wahyu dengan baik dan jelas, dapatlah kita lihat bagaimana
pentingnya hutan. Bukan hanya sekadar mengendalikan air di dalam tanah dan
permukaan bumi, tidak banjir di musim hujan dan tidak kering di musim kemarau.
Akan tetapi, dan ini yang lebih penting, adalah untuk terjadinya daur:
tumbuh-tumbuhan penghasil oksigen, yang membutuhkan CO2 - manusia dan binatang
penghasil CO2, yang membutuhkan oksigen. Maka terjadilah seperti yang
diungkapkan oleh bidal Malatyu lama: seperti aur dengan tebing, mutualis
simbiosis.
Demikianlah uraian interaksi iman dan ilmu dalam ruang lingkup daur CO2
dan oksigen dalam pengetahuan lingkungan khusus globalisasi pencemaran thermal
dan pentingnya hutan. WaLlahu a'lamu bishshawab.
***
Makassar, 3 November 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]
004. Kursi Iman dan Kursi Ilmu. Dibedakan Tetapi Tidak Dipisahkan *)
Di
dalam diri kita harus disediakan dua kursi, yaitu kursi iman dan kursi ilmu.
Kedua kursi itu harus dapat dibedakan, tetapi tidak boleh dipisahkan, karena
keduanya merupakan satu sistem. Kedua kursi itu harus dibedakan, oleh karena
apabila kita menempatkan sesuatu hal tidak pada kursinya, misalnya suatu hal
yang harus didudukkan pada kursi ilmu, tetapi kita dudukkan pada kursi iman,
pikiran kita akan beku, tidak berkembang, karena sesuatu yang patut kita
pertanyakan, kita tidak berani mempertanyakannya. Sebaliknya, jika sesuatu hal
yang seharusnya didudukkan pada kursi iman, tetapi kita dudukkan pada kursi
ilmu, maka iman kita akan cacat, karena kita akan mempertanyakan sesuatu, yang
sepatutnya kita tidak boleh mempertanyakannya.
Uraian di atas itu berpangkal pada perbedaan sikap dalam beriman dan
berilmu. Sikap kita harus skeptik, jika kita menghadapi obyek ilmu. Apakah yang
menjadi obyek llmu itu? Yang menjadi obyek ilmu adalah produk akal manusia.
Yaitu fakta dan hasil penafsiran manusia terhadap fakta itu, yang lazim disebut
dengan teori ataupun hipotesa. Dan apakah fakta itu? Fakta adalah hasil
observasi dari sumber informasi yang dapat ditangkap oleh pancaindera secara
langsung, maupun secara tidak langsung. Maksudnya dideteksi terlebih dahulu oleh
instrumen dalam laboratorium. Skeptik berarti ragu, tidak menolak, tetapi belum
menerima, dan sebaliknya tidak menerima, tetapi belum menolak. Sikap ragu itu
akan berakhir dengan menerima, atau menolak, tergantung hasil jawaban
pertanyaan-pertanyaan berikut: Betulkah begitu? Apa fakta-fakta yang menguatkan
pembuktian itu?
Sebaliknya, kita tidak boleh bersikap skeptik terhadap obyek iman.
Terhadap apa yang harus diimani, akal kita tidak boleh bertanya seperti rentetan
pertanyaan dalam berilmu di atas itu. Dan apakah obyek iman itu? Obyek iman itu
berasal dari sumber informasi berupa wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada
para nabi dan rasul. Informasi wahyu ini tentu saja yang otentik berasal dari
nabi dan rasul yang menerima wahyu itu. Apakah kriteria sumber informasi wahyu
yang otentik itu? Tidak boleh ada penafsiran/interpretasi manusia yang
disisipkan ke dalamnya. Tidak boleh ada perubahan kalimat ataupun kata, baik
berupa penambahan, atau pengurangan. Harus dalam bahasa asli bangsa dari rasul
yang diutus itu. Satu-satunya sumber informasi wahyu yang dapat memenuhi
kriteria itu adalah Al Quran. Semua wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW
ada dalam Al Quran yang dituliskan oleh para juru tulis Rasulullah. Itulah
sebabnya Al Quran (yang dibaca) disebut pula Al Kitab (yang dituliskan). Dan tak
ada satupun yang bukan wahyu yang ikut dimasukkan dalam Al Quran. Dan Al Quran
itu adalah dalam bahasa Arab yang dipergunakan oleh suku bangsa Quraisy, yaitu
suku bangsa di mana Nabi Muhammad SAW tergolong dalam suku itu. Inna anzalnahu
Quranan Arabiyyan la'allakum ta'qilun. Sesungguhnya Kami turunkan Al Quran dalam
bahasa Arab, mudah-mudahan kamu pergunakan akalmu (S.Yusuf 1). Keadaan Al Quran
yang dapat bertahan keotentikannya terhadap zaman, adalah konsekwensi logik
bahwa Nabi Muhammad Rasulullah SAW adalah nabi dan rasul yang terakhir, Khatamun
Nabiyyien, penutup para nabi.
Telah disebutkan di atas iman dan ilmu harus dibedakan, tetapi tidak
boleh dipisahkan. Karena memisahkan iman dengan ilmu akan mengakibatkan pecahnya
kepribadian seseorang. Di satu saat ia akan bicara sebagai seorang ilmuwan, di
satu saat yang lain akan bicara sebagai seorang yang beriman. Misalnya di satu
saat sebagai seorang pakar kebudayaan, akan memasukkan agama ke dalam
kebudayaan, artinya agama itu adalah bagian dari kebudayaan, dan di suatu saat
yang lain ia bicara sebagai orang beriman lalu mengatakan bahwa agama itu bukan
bagian dari kebudayaan, karena agama itu sumbernya dari wahyu Allah SWT. Apabila
ia menjumpai adanya pertentangan antara apa yang mesti dia imani dengan yang
mesti dia ilmui, dia akan bingung. Salah satu alternatif ini yang akan terjadi,
ia akan berhenti menjadi pakar dan akan frusturasi, lalu ia akan beragama secara
dogmatik, akalnya beku, yang akan menjerumuskannya ke dalam taklid buta. Atau
sebaliknya ia akan memilih ilmunya dan mencapakkan imannya, dan menjadi acuh tak
acuh terhadap agamnya, menjadi orang agnostik.
Apabila iman dan ilmu tidak kita pisahkan, kepribadian kita akan menjadi
utuh, sehingga kita tidak akan terjerumus ke dalam sikap beragama yang bertaklid
buta, dan juga tidak terjerumus ke dalam sikap yang agnostik. Kalau suatu saat
kita melihat adanya pertentangan di antara keduanya, kita tambah ilmu untuk
mendapatkan informasi yang relevan untuk iman kita. Atau kita tinjau kembali
ilmu kita, melakukan reinterpretasi, penafsiran kembali, karena kebenaran
ilmiyah itu sifatnya sementara, artinya relatif dalam arti menurut tempat,
situasi, waktu dan peralatan ilmu bantu. Untuk contoh di atas, kalau kita
sedikit jeli, mengapa terjadi pertentangan, karena ada agama yang berasal dari
akar yang historik, maka itu adalah agama kebudayaan, ia termasuk dalam bagian
kebudayaan. Ada agama yang berasal dari akar yang non-historik, yaitu wahyu,
maka itu adalah agama wahyu, ia bukan bagian dari kebudayaan. Dan ada agama yang
sebagian mempunyai akar historis dan sebagian bersumber dari wahyu. Agama jenis
ketiga ini, sebagiannya menjadi bagian dari kebudayaan, dan sebagiannya bukan
bagian dari kebudayaan.
Di
dalam berilmu ada sebuah pendekatan yang dirasa perlu dikemukakan di sini, yaitu
pendekatan sistem. Melihat obyek ilmu secara kaffah (totalitas), yang mempunyai
fungsi dan trujuan, yang terdiri atas komponen-komponen yang mempunyai kaitan
tertentu antara satu dengan yang lain, dan yang kaffah itu melebihi dari sekadar
kumpulan komponen-komponen itu semuanya. Pendekatan ini dapat diterapkan dalam
obyek iman, oleh karena pendekatan ini tidak akan merusak iman kita, bahkan
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk memegang prinsip kaffah ini, seperti
firmanNya dalam S. Al Baqarah, ayat 208: Ya ayyuhalladziena amanu udkhulu fie
ssilmi kaffah, artinya: Hai orang-orang beriman, masukilah keselamatan secara
kaffah/totalitas.
Maka
dengan metode pendekatan sistem ini, dapatlah kita menjadikan iman dan ilmu
menjadi satu sistem, dan terlepaslah kita insya Allah, yang pakar dan bukan
pakar, dari bahaya pecahnya kepribadian, terhindarlah kita dari alternatif atau
beragama yang dogmatik, atau bersikap agnostik, acuh tak acuh mencuekkan agama.
WaLlahu a'lamu bishshawab.
*)
Perlu diingatkan di sini, bahwa yang dimaksud oleh Penulis dengan "ilmu" dalam
tulisan ini adalah ilmu empirik (science dan humaniora) sebagai hasil analisa
akal manusia yang bersifat relatif dan terbatas. Adapun pengertian "ilmu" di
dalam Agama Islam sesungguhnya adalah ilmu-ilmu agama (aqidah dan syariah) yang
bersumber dari nash-nash (dalil) wahyu (petunjuk dan informasi dari Allah) yang
diturunkan kepada Nabi-Nya. Ilmu dalam pengertian yang terakhir ini tidak bisa
dilepaskan dari iman, bahkan boleh dikata, antara iman dan ilmu menyatu dalam
satu kata yaitu "al-haq" (kebenaran) yang bersumber dari Allah.
[Webmaster]
005. Sains yang Otonom dan Polos Perlu Diredefinisi
Secara gampangnya sains itu adalah proses penafsiran alam semesta yang
dapat ditangkap/dideteksi oleh pancaindera, biasanya dengan bantuan instrumen,
yang kemudian penafsiran itu harus diujicoba juga dengan bantuan instrumen. Jadi
dalam sains obyek ilmu yakni alam sekitar dideteksi dahulu, lalu ditafsirkan,
dan langkah terakhir diujicobalah penafsiran itu dengan instrumen pula. Atau
dengan gaya redaksional yang sedikit lebih canggih: Sains meliputi pengungkapan
hukum alam (ini istilah sekuler) tentang alam nyata dan perumusan
hipotesa-hipotesa sepanjang belum dapat diujicoba secara eksperimen, yang
memungkinkan orang dapat memprediksi peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala
alamiyah dalam kondisi-kondisi tertentu. Para pakar di bidang sains dengan
demikian berurusan dengan penelitian dan pengungkapan fakta-fakta tentang sifat
alamiyah dari alam semesta.
Definisi di atas itu kelihatannya menurut apa yang difahami selama ini
adalah polos, tanpa nilai. Atau dengan permainan kata-kata yang lebih canggih:
mempunyai nilai tersendiri yaitu nilai ilmiyah dengan ciri khasnya yang otonom.
Dikatakan kelihatannya, oleh karena pada hakekatnya sains itu sesungguhnya
memihak, jadi tidak otonom, seperti yang akan dibahas berikut ini:
Manusia berdasarkan sikapnya terhadap Tuhan, dapat diklasifikasikan dalam
empat golongan, yaitu: a) Golongan yang percaya akan adanya Tuhan sebagai
Pencipta dan Pengatur alam semesta. Artinya setelah Tuhan mencipta, lalu
disertai tindak lanjut dengan memberikan petunjuk kepada manusia dengan
menurunkan wahyu kepada manusia pilihan yang disebut Nabi, yang akan meneruskan
petunjuk itu kepada ummat manusia. Golongan ini disebut dengan Theist. b)
Golongan yang percaya akan adanya Tuhan hanya sebagai Pencipta saja. Wahyu tidak
ada. Manusia cukup mengatur dirinya dengan akalnya saja. Sikap yang berpikir
demikian itu disebut sekuler. Golongan yang kedua ini disebut dengan Deist.
Adalah logis bahwa golongan ini walaupun sudah percaya kepada Tuhan Yang Maha
Esa, tetapi belum menganut sesuatu agama. c) Golongan yang tidak mau tahu
tentang adanya Tuhan. Adanya Tuhan atau tidak adanya Tuhan, bukanlah sesuatu
yang penting benar untuk dipikirkan, hanya membuang-buang energi saja. Golongan
ini disebut dengan Agnostik. Barangkali perlu menyebut nama orang dari golongan
ini, satu laki-laki dan satu perempuan yaitu: Betrand Russel dan Madam
Blavatsky. d) Golongan yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Golongan ini
disebut dengan Atheist.
Semua ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum, apalagi sains adalah
memihak kepada golongan [b], [c] dan [d]. Dalam ilmu-ilmu itu tersebut, cobalah
diingat-ingat pernakah di sebut-sebut nama Tuhan? Menyebut nama Tuhan dalam
sains berarti hilanglah otonomi sains itu. Akan tetapi dapatkah otonomi atau
kepolosan itu tetap dipertahankan? Polos atau otonom artinya tidak memihak.
Padahal dengan tidak mau tahu tentang Tuhan di dalam sains, berarti sains sudah
memihak kepada golongan [b], [c] dan [d] tersebut itu. Artinya apa yang dikenal
selama ini bahwa nilai ilmiyah itu otonom, atau dengan ungkapan sederhana tanpa
nilai, sebenarnya adalah pernyataan yang palsu. Walhasil, karena tidak mungkin
ilmu itu tidak memihak di antara keempat golongan itu, maka tentu saja bagi yang
berpikiran sehat, akan memilih golongan pertama tempat ilmu itu memihak. Maka
dengarlah firman Allah di bawah ini: Inna fiy khalqi sSama-wa-ti wa lArdhi
wa-khtilaafi lLayli wa nNahaari laa-ya-tin liUli lAlbaab. Alladziena yadzkuruwna
Lla-ha qiyaaman wa qu'uwdan wa 'ala- Junuwbihim wa yatafakkaruwna fiy khalqi
sSama-wa-ti wa lArdhi Rabbanaa maa khalaqta ha-dzaa baathilan subha-naka faqinaa
'adzaaba nNaar (S. Ali 'Imraan, 190), artinya: Sesungguhnya dalam proses
penciptaan benda-benda langit dan bumi, dan pergantian malam dengan siang
menjadi keterangan bagi ululalba-b. Yaitu mereka yang ingat kepada Allah dalam
keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring, lalu mereka berkata; Wahai Yang Maha
Pengatur kami, tidaklah Engkau menciptakan semuanya ini dengan sia-sia, maka
peliharalah kami dari azab neraka (3:190).
Kesimpulannya, perlu redefinisi sains, yaitu dengan mentransfer pemihakan
itu dari golongan [b], [c] dan [d] kepada golongan yang pertama, bunyinya
seperti berikut: Sains meliputi pengungkapan TaqdiruLlah (hukum-hukum Allah)
tentang alam syahadah yang ciptaan Allah sebagai Maka Pencipta (Al Khaliq) dan
Maha Pengatur (Ar Rabb), dan perumusan hipotesa-hipotesa sepanjang belum dapat
diujicoba dengan eksperimen, yang memungkinkan orang dapat mentakwilkan
peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala alamiyah dalam kondisi-kondisi tertentu.
Para pakar di bidang sains berurusan dengan penelitian, pengungkapan fakta-fakta
tentang sifat alamiyah dari alam semesta. WaLlahu a'lamu bishshawab.
***
Makassar, 17 November 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]
006. Pemanfaatan Sains
Apabila sains didefinisikan atau diartikan di atas paradigma filsafat
positivisme (menurut pandangan deisme, agnostisisme dan atheisme), maka gunanya
sains itu hanya satu, yakni untuk mensejahterakan ummat manusia, memelihara
binatang dan tumbuh-tumbuhan, lingkungan hidup pada umumnya. Akan tetapi jika
sains itu didefinisikan atau diartikan di atas paradigma tawhid (monotheisme
yang percaya akan wahyu), maka kegunaan sains itu di samping kegunaan yang
pertama seperti tersebut tadi, akan bertambah dua lagi, lalu menjadi tiga
kegunaannya. Kegunaan sains yang kedua ialah untuk dipakai sebagai ILMU BANTU,
sehingga dapat lebih memahamkan wahyu Allah SWT, mendalami makna ayat-ayat Al
Quran. Kegunaan ketiga, untuk mendapatkan Rusydun, yaitu petunjuk kebenaran
(hidayah), yang efeknya tidak langsung diterima oleh qalbu, melainkan melalui
jalur fuad (rasio), baru masuk ke dalam hati.
Kegunaan yang pertama telah diketahui orang pada umumnya, sehingga tidak
memerlukan penjelasan lagi secara panjang lebar. Jadi penjelasannya pendek saja,
yaitu hanya menyangkut ruang lingkup antara interaksi antara sains dan
teknologi. Hasil-hasil kajian sains yaitu pengungkapan TaqdiruLlah (kita tidak
lagi memakai istilah hukum alam, karena kita telah tinggalkan definisi sains
yang bertumpu di atas filsafat positivisme), memberikan servis pada teknologi
untuk mendapatkan disain yang efisien dan efektif. Dikatakan tadi interaksi,
oleh karena di samping sains itu memberikan servis pada teknologi, maka pada
pihak lain, kalau perlu, teknologi memberikan tekanan pada sains untuk lebih
meningkatkan kualitas dirinya, agar dapat memberikan servis yang sangat
dibutuhkan oleh teknologi.
Contohnya pada waktu James Watt (1736 - 1819) menemukan (invented) mesin
uap pada 1765 yang kemudian dipatenkan pada 1769, waktu itu belum didapatkan
(discovered) oleh sains pengungkapan TaqdiruLlah untuk menjadikan mesin uap
James Watt itu mencapai efisiensi yang memadai untuk mendapatkan keutungan
ekonomis, mengemat bahan bakar dalam operasi mesin uap tersebut. Tekanan
kebutuhan akan efisiensi mesin uap itu terhadap sains, menghasilkan lahirnya dua
cabang disiplin ilmu dalam sains yaitu ilmu perpindahan kalor (heat transfer)
dan termodinamika (thermodynamics).
Penjelasan untuk kegunaan sains yang kedua sudah disajikan dalam Seri
003, yaitu bagaimana S. Yasin 80 dijelaskan dengan mempergunakan sains sebagai
ILMU BANTU, yaitu ilmu fisika, kimia, botani dengan pengkhususan ilmu anatomi
tumbuh-tumbuhan.
Maka
dalam Seri 006 ini akan dibahas kegunaan sains yang ketiga dengan sedikit lebih
diperpanjang uraiannya. Akan kita manfaatkan ilmu termodinamika. Dalam
termodinamika dikenal sebuah TaqdiruLlah yang dikenal dengan hukum termodinamika
kedua, dengan perumusan Kelvin (semula orang biasa bernama William Thomson,
diangkat menjadi bangsawan "nitogasak" dengan gelar Lord Kelvin karena jasanya
di bidang fisika, 1824 - 1907), dan perumusan Clausius (Rudolf Julius Emanuel
Clausius, 1822 - 1888).
Dalam ulasan ini tidak perlu, karena bukan pada tempatnya, dijelaskan
kedua perumusan tersebut, berhubung tulisan ini bukan kuliah termodinamika.
Sudah cukup kalau dikemukakan bahwa perumusan Kelvin menjadi asas (bukan azas)
mesin-mesin kalor (motor bakar, turbin gas, mesin uap, turbin uap), sedangkan
perumusan Clausius menjadi asas mesin pendingin atau pompa kalor. Walaupun
perumusan keduanya berbeda, namun hakekatnya sama, yaitu di alam ini terjadi
aliran panas dari benda atau sistem yang suhunya lebih tinggi ke benda atau
sistem yang suhunya lebih rendah. Dalam proses mengalirnya panas itu baik dalam
perumusan Kelvin maupun perumusan Clausus, "entropy" (sebuah besaran dalam
termodinamika) akan bertambah besar.
Dalam waktu juta-jutaan tahun yang akan datang, insya-Allah, proses
mengalirnya panas akan berhenti, entropi akan maksimum, karena pada segenap
pelosok alam semesta ini suhunya sudah sama, akibat panas sudah terbagi rata,
habislah persediaan tenaga. Inilah akhir alam semesta dilihat dari disiplin ilmu
termodinamika. Jadi dilihat dari segi ilmu termodinamika alam semesta ini sedang
mengalami proses pengurangan persediaan tenaga. Entropi makin naik, persediaan
tenaga makin berkurang. Entropi makin naik, jangankan berkuran, berhentipun
tidak pernah, inilah yang disebut dengan proses tidak berulang (irreversible
process).
Boltzmann (Ludwig Boltzmann, 1844 - 1906) tertarik melihat fenomena ini.
Berkat kemampuannya yang tinggi dalam matematika, dia dapat menunjukkan bahwa
proses penyusutan persediaan tenaga, atau prosesnya naiknya entropi, tidak lain
hanya merupakan kasus khusus dari sautu prinsip yang lebih umum. Yaitu bahwa
setiap transformasi fisis akan terjadi kerugian ketertiban (loss of order).
Dalam hal panas penyusutan persediaan tenaga itu sebenarnya suatu kerugian dalam
tertib molekuler.
Landasan pemikiran atheisme bertitik tolak dari postulat / pokok
kepercayaan, bahwa alam ini tidak ada permulaannya, tidak pernah tidak ada, jadi
tidak perlu Ada yang memulainya. Atau ada pula atheisme yang berpostulat materi
"muncul" dengan sendirinya dari ketiadaan.
Marilah kita bedah kedua postulat atheisme tersebut dengan pisau ilmu
termodinamika dan prinsrip Boltzmann. Kita dapat menunjukkan kepada golongan
atheist itu bahwa postulat alam ini tidak ada permulaannya ditolak oleh hukum
termodinamika kedua. Pertama entropi bertambah mulai dari nol hingga tak
terhingga. Entropi nol artinya tidak ada aliran panas, itu artinya ada permulaan
yaitu materi belum ada yang akan mempunyai suhu. Kedua kalau alam ini tidak ada
permulaannya, artinya tak terhingga tuanya, maka proses termodinamis, proses
mengalirnya panas, sudah sejak lama mesti berhenti, sudah sejak lama entropi
mencapai maksimum, panas sudah sejak lama terbagi secara merata di lam ini.
Faktanya sekarang panas belum terbagi rata. Artinya postulat atheisme alam tidak
ada permulaannya ditolak oleh ilmu termodinamika.
Adapun postulat atheisme yang menyatakan materi "muncul" begitu saja
dengan sendirinya, ditolak oleh prinsip Boltzmann. Untuk transformasi fisik saja
memerlukan modal pertama yang yaitu energi, apa pula transformasi dari tidak ada
materi menjadi ada materi, perlu sekali modal pertama. Alhasil yang memulai alam
semesta, atau yang memberikan modal pertama "munculnya" materi adalah Allah SWT
sebagai Al Khaliq, Maha Pencipta.
Entropi yang bertambah terus dari nol hingga maksimum, adalah suatu
besaran yang invariant, artinya pertambahan itu berlangsung dengan tidak berubah
oleh hukum Relativitas yaitu TaqdiruLlah yang diungkap oleh Einstein (Albert
Einstein, lahir 1879). Ruang boleh relatif, waktu boleh relatif dan materi boleh
relatif, tergantung pada kecepatan pengamat ataupun obyek yang diamati. Dengan
bertambahnya kecepatan pengamat maupunyang diamati ataupun kedua-duanya, ruang
menjadi susut, waktu menjadi lambat dan materi bertambah besar massanya. Namun
entropi tidak terpengaruh oleh pada posisi / kecepatan pengamat dan obyek yang
diamati. Dia akan bertumbuh dari nol hingga maksimum tanpa terpengaruh oleh
kondisi alam.
Maka
betul-betul entropi dapat dijadikan tolok ukur untuk dapat menunjukkan adanya
permulaan dan akhir ciptaan Allah SWT, adanya awal penciptaan ruang + waktu +
materi (space, time and matter) oleh Allah SWT. Dan itulah manfaat sains yang
ketiga, apabila sains itu didefinisikan dengan bertumpu pada paradigma Tawhid.
WaLlahu a'lamu bishshawab.
***
Makassar, 24 November 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]
007. Makrokosmos
Orang-orang dahulu berimajinasi tentang alam atas tempat dewa-dewa
sehingga disebutnya ke-hyang-an atau kayangan, kemudian di bawahnya adalah bumi
kita ini, disebutnya alam tengah atau mayapada tempat manusia dan alam bawah
tempat para dedemit. Sekarang orang membagi alam ini hanya dalam dua bagian,
yaitu makrokosmos dan mikrokosmos.
Makrokosmos adalah alam luas, yaitu alam di atas kepala kita menurut
orang-orang terdahulu itu. Alam di atas kepala kita kelihatannya berbentuk
setengah bola yang disebut bola langit. Benda-benda yang ada pada bola langit
disebut benda-benda langit. Mikrokosmos, alam lingkungan kita ini, juga cocok
dengan alam tengah orang-orang terdahulu. Termasuk dalam mikrokosmos adalah juga
molekul-molekul, atom-atom (zarrah) yang terdiri atas komponen-komponen proton,
neutron, elektron dan komponen-komponen zarrah lainnya, baik berwujud materi
maupun dalam wujud energi (immateri). Mikrokosmos yang jenis terakhir ini sudah
tidak cocok lagi dengan imajinasi orang-orang terdahulu, yang mereka sebut
dengan alam bawah itu.
Keseluruhan makrokosmos dan mikroksomos disebut Alam syahadah (physical
world), yaitu makhluq ciptaan Allah SWT yang dapat ditangkap pancaindera kita
secara langsung maupun secara tak langsung yaitu dengan pertolongan instrumen
laboratorium. Orang-orang atheist, yang tidak percaya adanya Tuhan, agnostik,
yang tidak mau pusing tentang ada ataupun tidak adanya Tuhan, deist, yang
percaya akan adanya Tuhan tetapi tidak percaya tentang adanya wahyu, ketiga
golongan itu karena tidak beragama bergabung dalam aliran filsafat positivisme,
yang hanya percaya akan adanya sesuatu apabila dapat ditangkap pancaindera. Ilmu
Pengetahuan yang diajarkan di sekolah-sekolah umum dibangun di atas landasan
aliran filsafat positivisme ini. Insya Allah kita akan bahas ini dalam
kesempatan yang lain.
Yang
akan dibahas sekarang adalah makrokosmos. Bumi kita ini mempunyai
saudara-saudara benda-benda langit yang disebut planet, mengedari induknya yaitu
Matahari, dan membentuk sebuah sistem yang disebut tatasurya. Planet-planet itu,
termasuk bumi yang digolongkan pula sebagai benda langit planet, mengorbit
matahari hampir-hampir pada sebuah bidang datar. Paling dekat ke matahari
mengorbitlah Utarid (Mercurius), kemudian di luarnya Kejora (Venus), lalu
berturut-turut bumi, Marikh (Mars), Mustari (Jupiter), Zohal (Saturnus), Uranus,
Neptunus dan paling luar Pluto. Utarid, Kejora, Marikh, Mustari dan Zohal dapat
dilihat dengan mata telanjang, artinya tanpa pertolongan teropong-bintang. Di
antara Marikh dengan Mustari mengorbit bungkahan-bungkahan batu besar disebut
asteroid, diperkirakan sebuah planet yang hancur berantakan oleh suatu sebab
yang belum diketahui, disebut biasa pula disebut dengan planetoid. Sehingga pada
bagian luar bumi kita ini beredar 6 planet + 1 planetiod = 7 benda
langit.
***
Ilmu
yang menyangkut dengan makrokosmos ini disebut ilmu falak atau astronomi. Dalam
ilmu falak jarak tidak diukur dalam kilometer, melainkan dalam lamanya jarak itu
ditempuh cahaya. Adapun laju cahaya, jika dibulatkan, 300 000 kilometer dalam
satu detik. Cahaya yang dipancarkan matahari mencapai Utarid dalam waktu tiga
setengah menit, Kejora enam menit, bumi delapan setengah menit, demikian
seterusnya cahaya itu akan mencapai Neptunus dalam empat jam, Pluto lima
setengah jam. Benda langit yang terletak di bumi adalah sebuah asteroid bernama
Hermes jauhnya satu seperempat detik cahaya dari bumi, kemudian bulan jauhnya
satu setengah detik cahaya dari bumi. Jarak yang satu setengah detik cahaya ini
adalah jarak terjauh yang pernah mampu ditempuh manusia, berkebangsaan Amerika,
yaitu dengan mendaratnya Neil Armstrong di bulan.
Gerak benda-benda langit diatur Allah SWT sebagai Ar Rabb, Maha Pengatur,
melalui TaqdiruLlah yang disebut al Falak. Istilah ini diambil dari bahasa Al
Quran: Kullun fiy Falakin Yasbahuwna (S.Yasin,40), tiap-tiap sesuatu berenang
dalam falaknya (36:40). Al Falak ini adalah Jalur Geodesik menurut Albert
Einstein (1879 - 1955), atau gravitasi menurut Sir Isaac Newton (1642 - 1727).
Disekitar materi yang dalam hal ini benda langit, ruang menjadi lengkung
membentuk jalur geodesik yang berwujud medan gravitasi. Jadi jika makrokosmos
ini dilihat secara matematis seperti penglihatan Einstein, maka Al Falak adalah
Jalur Geodesik, dan melalui jalur inilah benda-benda langit bergerak. Sedangkan
apabila makrokosmos ini dilihat secara mekanistik, maka Al Falak itu adalah
medan gravitasi yang mewujudkan gaya tarik menarik, seperti penglihatan Newton.
Pemakaian istilah SaBaHa, Yasbahuwna, berenang, dalam ayat yang dikutip di atas
insya Allah akan dibahas dalam kesempatan lain.
Pandangan yang berbeda menghasilkan rumus yang berbeda. Newton niscaya
kecewa andaikan masih hidup. Ternyata rumus tarik menarik gaya gravitasi Newton
hanya berlaku bagi matahari dengan planet Pluto ke dalam sampai dengan planet
Kejora. Planet Utarid yang terdekat ke Matahari tidak lagi tunduk pada rumus
gravitasi Newton. Orbit Utarid bukan garis lengkung tertutup, melainkan terbuka.
Yang berlaku bagi gerak Utarid adalah persamaan Jalur Geodesik Einstein, seperti
tersebut dalam Teori Relativitas Umum Einstein. Walhasil rumus Newton adalah
rumus pendekatan, penerapannya terbatas dalam medan gravitasi matahari mulai
Kejora ke luar hingga Pluto. Syukurlah bumi terletak dalam daerah di mana rumus
Newton masih berlaku. Para insinyur mesin, sipil dan bangunan kapal boleh
bergembira masih dapat memakai mekanikanya Newton dalam hitung-menghitung
mendisain atau merancang bangun konstruksi mesin, bangunan jalan dan air, dan
bangunan kapal. Tidak perlu mereka itu dipusingi dengan rumus Einstein, oleh
karena di bumi ini hasil rumus Newton dan Einstein perbedaannya boleh dikatakan
tidak ada.
Apa
yang ada di luar tatasurya tempat kita ini? Oh, masih banyak, tak terhitung
banyaknya bintang-bintang yang sebanding dengan Matahari baik dari segi
panasnya, maupun cemerlangnya, ataupun besarnya. Bahkan matahari termasuk kelas
sedang, bukan kelas berat. Dalam ilmu falak bintang-bintang sejenis matahari
disebut bintang tetap, oleh karena dilihat dari bumi ini letak bintang-bintang
tersebut pada bola langit letaknya tetap antara satu dengan yang lain. Tidak
seperti dengan planet-planet yang letaknya bergeser antara satu dengan yang lain
pada bola langit. Itulah sebabnya dinamakan planet, dari bahasa Yunani yang
artinya musafir. Planet-planet itu, yang tidak melekat pada bola langit,
bermusafir di antara bumi dengan bola langit. Al Quran memberikan pembagian
jenis bintang-bintang tersebut berdasarkan atas kriteria keadaan cemerlang dan
letaknya, bukan berdasarkan atas kriteria geraknya. Insya-Allah ini akan dibahas
dalam kesempatan yang lain.
Gerak benda-benda langit pada bola langit dilihat dari bumi disebut gerak
semu, bukanlah gerak yang sebenarnya. Matahari, bulan dan bintang-bintang terbit
di sebelah timur dan terbenam di barat itu adalah gerak semu, sedang gerak yang
sebenarnya adalah bumi berpusing pada sumbunya. Maka pembagian berdasarkan
kriteria gerak benda langit dalam dua jenis: bintang tetap dan planet sudah
tidak cocok lagi, oleh karena: Pertama, menurut observasi gerak semu
bintang-bintang tetap itu ternyata letaknya tidaklah tetap antara satu dengan
yang lain, kedua, berdasarkan gerak sebenarnya letak bintang-bintang yang
dikatakan bintang tetap itu, tidak ada yang tetap letaknya antara satu dengan
yang lain karena semuanya berenang dalam falaknya.
Bintang tetap yang terdekat ke matahari diberi bernama Alpha Centaury,
jaraknya dari matahari empat setengah tahun cahaya. Jutaan bintang tetap
membentuk gugus yang disebut galaxy. Adapun galaxy tempat tatasurya berada
disebut galaxy Milky Way. Galaxy ini bentuknya menyerupai dua piring saling
ditelungkupkan, atau seperti lensa cembung. Tebalnya 15 000 tahun cahaya,
diameternya 90 000 tahun cahaya. Apabila Milky Way dilihat pada bagian telungkup
maka kelihatan seperti spiral, makin ke pusat makin tebal berisi bintang-bintang
tetap. Matahari terletak pada lengan spiral sekitar 30 000 tahun cahaya dari
pusat Milky Way.
Galaxy-galaxy membentuk pula kelompok yang lebih besar yang disebut super
galaxy atau cluster. Ada super galaxy yang terdiri atas ribuan galaxy, tetapi
ada pula super galaxy yang kecil yang terdiri hanya atas 13 galaxy. Cluster yang
hanya terdiri atas 13 galaxy ini diberi bernama Local Group, yang salah satu
anggotanya ialah Milky Way. Galaxy yang terdekat dari Milky Way diberi bernama
Andromeda, bentuknya dan besarnya hampir sama dengan Milky Way, jauhnya sekitar
800 000 tahun cahaya. Banyaknya jumlah super galaxy adalah jutaan.
Adapun gerak benda-benda langit seperti berikut. Bulan mengelilingi bumi,
demikian pula planet-planet yang mempunyai satelit dikelilingi oleh
satelit-satelitnya. Palanet-planet dan komet-komet mengelilingi matahari, dan
matahari mengelilingi pusat Milky Way. Super galaxy yang jutaan itu bergerak
saling menjauhi. Makrokosmos sedang berkembang, bertambah besar.
Seperti dikatakan di atas, di sekitar materi ruang menjadi lengkung. Maka
makrokosmos itu lengkung. Andaikata makrokosmos statis, tidak berkembang maka
cahaya yang melaju terus-menerus akan tiba di tempat semula ia dipancarkan. Akan
tetapi oleh karena makrokosmos membesar maka cahaya tidak akan mencapai
tempatnya semula ia dipancarkan. Makrokosmos yang lengkung itu dapat dihitung
kelengkungannya (curvature). Dengan persamaan medan Einstein dan dengan data
rapat rata-rata (average density) hasil observasi Edwin Hubble dapatlah dihitung
curvature makrokosmos, hasilnya 35 bilyun tahun cahaya.
Demikian luas makrokosmos alam syahadah ciptaan Allah SWT, maka tidak
pada tempatnya manusia itu pongah (arogan) dengan ilmu yang didapatnya sekarang
ini dan yang akan datang. Manusia hanya mampu menempuh jarak satu setengah detik
cahaya, yaitu ke bulan. Bacalah Firman Allah SWT di bawah ini: Walaw anna maa
fiy lArdhi min Syajarin Aqlaamun wa lBahru Yamudduhu min ba'dihi Sab'atu Abhurin
maa Nafidat Kalima-tu Lla-ha inna Lla-ha 'Aziyzun Hakiymun (S.Luqma-n,27).
Andaikan pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut menjadi tinta ditambahkan
lagi tujuh laut sesudah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan
Kalimah Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana
(31:27).
Jadi
walaupun seluruh manusia mempergunakan kalam yang dibuat dari seluruh pepohonan
di bumi, dan laut dijadikan tinta ditambah lagi tak terbilang banyaknya laut
(tujuh itu menyatakan tak terbilang banyaknya), kalam habis menyusut pupus, laut
menyusut kering, takkan habislah dituliskan makhluq ciptaan Allah. Wa Lla-hu
A'lamu bi shShawab.
***
Makassar, 1 Desember 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]
008. Berapakah Harga Kemajuan Materiel?
Menurut Ejaan Yang Disempurnakan materiel seharusnya ditulis dengan
material, akan tetapi dari rasa bahasa tidak begitu enak. Mengapa tidak enak,
oleh karena selama ini kita biasa dengan pembedaan arti material dengan
materiel. Material sebelum EYD berarti sesuatu yang teraba, tangible, sedangkan
materiel sesuatu yang abstrak, tak teraba. Oleh sebab itu saya minta izin kepada
lembaga yang bertanggung jawab terhadap EYD, untuk dalam tulisan ini melanggar
EYD, ya karena masalah rasa bahasa. Tidak rasional sebetulnya, akan tetapi tidak
selamanya yang rasional itu lebih benar ketimbang segi rasa. Sekali-sekali rasa
boleh tampil mengungguli yang rasional, bila perlu.
Dilihat dari segi kemajuan materiel, negara-negara maju (developed
countries) ditandai dengan pesatnya industri padat modal (capital intensive),
yang menghasilkan tingginya G.N.P. Di negara negara maju kwantitas output
industri meningkat dengan cepatnya, jauh lebih cepat dari pertambahan penduduk.
Apa yang menyebabkan pertumbuhan yang cepat itu, ialah lebih banyak investasi
modal di bidang industri, menghasilkan lebih banyak output. Sebagian dari output
itu dipakai untuk menambah investasi pula. Modal yang baru yang lebih besar itu
akan menghasilkan pula output yang baru lagi yang lebih besar. Tak ubahnya
dengan roda yang berputar makin lama makin cepat. Keadaan yang demikian itu
dikenal dengan istilah "umpan balik positif" (positive feedback).
Peningkatan produksi berjalin pengaruh-mempengaruhi dengan sikap hidup di
negara-negara maju itu. Iklim dunia industri menuntut sikap hidup yang serba
efisien dalam pengertian serba gerak cepat. Sebagai contoh, mobil-mobil di jalan
bebas hambatan (high ways) di Eropah lajunya sekitar 160 km per jam. Maka
ban-ban mobil yang semestinya masih dapat dipergunakan untuk laju yang lebih
rendah, sudah mesti dibuang. Ini berarti menyuburkan industri karet sintetis dan
industri ban-ban mobil. Makan dengan cepat menuntut cara makan dengan sistem
makanan kotak (packaged foods), makanan berbungkus plastik dengan alat-alat
makan seperti piring, sendok, garpu dari plastik. Jadi tidak usah menghabiskan
waktu untuk mencuci piring. Habis makan, pembungkus, alat-alat makan piring,
garpu sendok, pisau yang dari plastik itu dibuang saja. Dan ini menyuburkan
industri plastik. Di Indonesia dan di negara-negara sedang berkembang lainnya
(developing countries) gaya makan seperti ini sudah mulai mewabah
juga.
Dari
kedua contoh di atas dapat dilihat pengaruh timbal balik antara sikap hidup
efiseien dengan roda produksi. Bukan itu saja, dari pihak industri/produsen
dilancarkan tekanan terus menerus terhadap masyarakat dalam hal "selera" dengan
reklame-reklame, iklan-iklan melalui mas media, spanduk-spanduk, pamflet-pamflet
tempel dan selebaran, lampu-lampu dsb. Hasilnya, bahan-bahan sintetis mendesak
bahan alamiyah, dan dari sudut ekonomi ini perlu, oleh karena negara-negara maju
itu dapat bebas dari bahan-bahan mentah alamiyah yang semestinya diimport.
Pengolahan bahan-bahan sintetis jauh lebih banyak membutuhkan bahan bakar
dibanding dengan pengolahan bahan-bahan alamiyah. Di samping itu sikap hidup
ingin serba mudah dan ringan, maka masyarakat di negara-negara maju itu
membutuhkan banyak sekali budak-budak tenaga (energy slaves, maksudnya
mesin-mesin). Sebagai contoh, di Amerika Serikat misalnya dibutuhkan lebih dari
8 triliyun daya kuda setiap tahunnya. Ini berarti setiap kepala di negara itu
membutuhkan daya yang setara dengan 500 orang. Jadi pada hakekatnya, dilihat
dari pemakaian daya, penduduk Amerika Serikat jumlah penduduknya yang sekarang
harus ditambahkan dengan lipat 500 kali lagi. Dalam hubungan dengan ini Dr.
James P.Lodge Jr dari The National Center for Atmosphere Research di Boulder,
Colorado berkata: "We must limit our own population it is true, but it is even
more necessary to impose a program of rigorous birth control on our energy
slaves," maksudnya kita (orang Amerika) harus membatasi jumlah penduduk itu
benar, akan tetapi yang lebih penbting ialah merencanakan pembatasan kelahiran
yang ketat terhadap budak-budak tenaga kita.
Budak-budak tenaga itu menimbulkan malapetaka di darat dan di laut. Di
darat artinya di tanah, di sungai dan udara di atas tanah dan sungai. Malapetaka
itu berupa sampah-sampah, terutama sekali plastik dan teman-temannya yang sukar
hancur, semisal ban-ban bekas. Pencemaran sungai-sungai oleh limbah zat-zat
kimiawi dari pabrik-pabrik, pencemaran thermal sungai-sungai yang airnya dipakai
untuk proses pendinginan. Demikianlah sungai-sungai itu dicemari oleh
budak-budak tenaga dari dalam pabrik-pabrik. Sungai Rijn di Eropah misalnya
sudah hampir menjadi selokan besar. Pencemaran udara di atas darat oleh cerobong
gas asap pabrik-pabrik, terutama sekali CO2 sebagai penyebab globalisasi
pencemaran thermal. Mengenai globalisasi pencemaran thermal ini, sebagai
penyegaran ingatan, refreshing, silakan dibaca lagi seri 003 yang lalu.
Pencemaran laut terjadi karena laut menampung air sungai yang kotor. Juga
pencemaran di laut diakibatkan pula dari kapal-kapal tangki minyak yang pecah,
yang bocor dan yang dicuci perutnya di tengah laut. Bencana yang disebutkan di
atas itu diakibatkan oleh kotoran budak-budak tenaga itu. Di samping kotoran,
budak-budak tenaga itu membutuhkan makanan, untuk dapat menghasilkan kotoran.
Makanan budak-budak tenaga itu, yaitu minyak, juga membawa bencana. Adapun
perang teluk baru-baru ini akibat makanan budak-budak tenaga itu. Jangan dikira
kotoran budak-budak tenaga itu tidak mengakibatkan perang. Akibat pencemaran
laut, maka daerah yang ikan mampu untuk dapat hidup tambah menjauh dari pantai.
Pada tahun 1973 Eslandia mengklaim daerah lautnya melebihi dari aturan
internasional. Eslandia mengancam akan menembaki kapal-kapal nelayan asing yang
menangkap ikan pada daerah yang diklaimnya itu. Para nelayan Inggeris tidak
menghiraukan ancaman itu, karena pikir mereka daerah itu adalah daerah lautan
internasional, siapapun berhak menangkap ikan di situ. Dan Eslandia memenuhi
ancamannya. Kapal-kapal nelayan Inggeris ditembakinya. Dan inilah yang dikenal
dengan perang kabeljau dalam tahun 1973.
Demikianlah harga kemajuan materiel. Sangat mahal, dibayar dengan
globalisasi pencemaran dan perang. Memang tidak ada yang gratis di permukaan
bumi ini. Maka dengarlah firman Allah: Zhahara lfasaadu fi lbarri wa lbahri
bimaa kasabat aydinnaas, liyudziyqahum ba'dhalladziy 'amiluw, la'allahum
yarji'uwn. Muncullah bencana di darat dan di laut akibat tangan-tangan manusia.
Demikian dirasakan kepada mereka (oleh Allah) sebagian yang mereka kerjakan.
Mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar. (S. Ar Rum 41).
Dan
bagi mereka yang sangat getol memproduksi dan memakai tanpa perhitungan matang
budak-budak tenaga, lalu mereka menyangka berbuat baik terhadap ummat manusia,
berbuat baik untuk kemajuan peradaban dan kebudayaan, dengarlah firman Allah
yang berikut: Wa idzaa qiyla lahum laa tufshiduw fi l.ardhi qaaluw innamaa nahnu
mushlihuwn. Alaa innahum humu lmufshiduwna, wa la-kin laa yasy'uruwn. Apabila
dikatakan kepada mereka jangan membuat bencana di atas bumi, mereka menjawab
sesungguhnya kami berbuat baik. Tidaklah demikian, sesungguhnya mereka itu
merusak, tetapi mereka tidak sadar akan hal itu. (Al Baqarah 11 dan 12). WaLlahu
a'lamu bisshawab.
***
Makassar, 8 Desember 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]
009. Qissah Nabi Nuh AS dan Epos Gilgamesy
Seperti telah dikemukakan dalam seri 003 bahwa ilmu pengetahuan yang
dipelajari di sekolah-sekolah umum dibangun di atas landasan filsafat
positivisme. Artinya ilmu pengetahuan itu tidaklah polos melainkan sudah
dijerumuskan berpihak kepada yang atheis, tidak percaya akan Tuhan, yang
agnostik, acuh tak acuh tentang Tuhan, dan yang deist, tidak percaya akan wahyu
walaupun percaya akan adanya Tuhan. Ilmu pengetahuan yang demikian itu hanya
mempunyai dua sumber yaitu alam dan sejarah.
Para
pakar yang atheist, agnotik dan deist dalam menganalisa pergelutan pandangan,
benak dan alam pikiran manusia, tentu saja hanya memakai pendekatan historis.
Sayangnya para pakar yang beragama Islam turut pula terperangkap ke dalam jaring
filsafat positivisme, sebab kalau tidak demikian hasil analisa mereka itu akan
dicap tidak ilmiyah: melanggar rambu-rambu dan tatacara keilmuan. Demikianlah
para pakar dari ketiga golongan itu yang tergabung dalam filsafat positivisme
bersama-sama dengan para pakar yang beragama Islam yang ikut terseret secara
sadar ataupun tidak sadar menempatkan semua agama sebagai komponen atau bagian
dari kebudayaan. Maka mereka itu dalam mencari hubungan antara agama dengan
agama, antara agama dengan dongeng-dongeng hasil imajinasi dan sastra
bangsa-bangsa dahulu kala, akan memakai pendekatan historis itulah.
Ilmu
pengetahuan harus dibina atas landasan Tawhid. Dengan demikian sumber ilmu
pengetahuan itu adalah wahyu, alam dan sejarah. Wahyu berwujud Ayat Qawliyah,
alam dan sejarah disebut Ayat Kawniyah. Para pakar orang-orang Islam akan
terpelihara aqidahnya dalam berilmu. Mereka akan memilah-milah agama, mana agama
yang bersumber dari wahyu yang disebut agama wahyu, mana agama yang akarnya dari
kebudayaan yang disebut dengan agama kebudayaan, mana agama wahyu yang
mendapatkan polusi dari kebudayaan, dan mana agama kebudayaan yang mendapat
imbas dari agama wahyu. Pendekatan yang dipakai dalam berilmu adalah kombinasi
antara pendekatan non-historis yaitu bersumber dari Ayat Qawliyah dengan
pendekatan historis yang bersumber dari Ayat Kawniyah.
***
Epos
Gilgamesy adalah sebuah epos yang didapatkan dalam perpustakaan di Niniveh,
milik seorang raja Assyria yang bernama Assurbanipal (669 - 626 seb.M.). Epos
itu bertuliskan tulisan paku di atas tanah liat dalam bahasa Akkadia. Di dalam
Epos Gilgamesy itu diceritakan pengalaman Utnapisytim yang mirip dengan
pengalaman Nabi Nuh AS, seperti yang dikisahkan dalam Tawrah (Pentateuch, The
Books of Moses) dan Al Quran. Yaitu tentang bagaimana Utnapisytim diberitahu
oleh dewa-dewa tentang akan datangnya banjir. Tentang bagaimana dewa-dewa
menyuruh Utnapisytim membuat perahu untuk menyelamatkan keluarga dan binatang
ternaknya. Tentang burung merpati yang dilepaskan dan tentang mendaratnya perahu
Utnapisytim di sebuah gunung ketika air bah telah surut.
Dengan metode pendekatan historis para pakar yang atheist, agnostik, dan
deist akan menjelaskan dengan sederhana tentang kontak budaya bangsa Assyria,
Sumaria yang berkebudayaan tulisan paku dengan bangsa Mesir Kuno yang
berkebudayaan tulisan ideogram yang disebut hieroglyph. Kontak budaya itu
terjadi terutama oleh karena Mesir Kuno takluk atau menjadi bagian dari Kerajaan
Assyria. Bahkan walaupun Mesir Kuno memakai tulisan hieroglyph, juga
mempergunakan tulisan paku. Bahwa kebudayaan Mesir Kuno juga mempergunakan
tulisan paku ini dapat dilihat dari penggalian arkheologis di situs
Tell-el-Amarna pada tahun 1894 . Di situ didapatkan alwah (keping-keping atau
tablet) tanah liat bertuliskan tulisan paku yang dikenal dalam sejarah sebagai
Alwah Tell-el-Amarna, atau Dokumen Amarna. Sesungguhnya penemu awal dari alwah
bertulisan paku itu bukanlah seorang pakar arkeologi, bukan pula oleh pakar
sejarah, melainkan seorang perempuan petani Mesir. Di situs itu didapatkan
sekitar 300 alwah Dokumen Amarna, yaitu sejumlah arsip surat-menyurat diplomatik
antara Fir'aun dengan kerajaan-kerajaan Asyiria, Babylonia, Anatolia, Palestina
dan Syria. Patut dicatat, yang tak kurang menariknya pula seperti Epos
Gilgamesy, ialah di antara Dokumen Amarna itu terdapat Nyanyi Pujian Fir'aun
Akhenaton yang mirip-mirip dengan Mazmur 104:24-27 dari Nabi Daud AS. Insya
Allah hal ini akan dibahas dalam kesempatan yang lain.
Dari
kontak budaya tersebut para pakar yang atheist, yang agnostik dan yang deist
berkesimpulan bahwa penulis Pentateuch yang hidup lebih kemudian dari Epos
Gilgamesy, mendengar epos tersebut dari cerita-cerita rakyat lalu dituliskannya
dan menjadi bagian dari Pentateuch. Demikian pula penulis Al Quran mendengar
cerita air bah itu dari para pendeta Yahudi, lalu dimasukkannya pula dalam Al
Quran, demikian menurut kesimpulan para atheist, agnostik dan deist
itu.
***
Akan
tetapi jika ilmu pengetahuan itu sudah di-Islamkan, artinya Ilmu Pengetahuan itu
berlandaskan Tawhid, maka dalam hal Qissah Nabi Nuh AS dan Epos Gilgamesy ini
cara pendekatannya ada dua.
Pertama, metode pendekatan kombinasi non-historis dan historis
dipergunakan dalam menganalisis proses penulisan Epos Gilgamesy bertulisan paku
di atas tanah liat itu. Cerita air bah diteruskan dari mulut ke mulut mulai dari
keluarga Nabi Nuh AS yang ikut berlayar bersama Nabi Nuh AS di atas perahu.
Demikianlah secara turun-temurun dari ayah ke anak, ke cucu, ke cicit dan
seterusnya hingga pada zaman Kerajaan Assyria. Orang Akkadia yang
dilatarbelakangi oleh agama polytheist, penyembah dewa-dewa menuliskan cerita
yang turun-temurun itu di atas tanah liat dengan tulisan paku. Karena
dilatarbelakangi dengan budaya menyembah dewa-dewa itulah, maka Allah Yang
memberitahu akan datangnya banjir berubah menjadi dewa-dewa yang memberitahu
akan datangnya banjir.
Kedua, pendekatan non-historis dipakai mengenai adanya cerita air bah itu
dalam Tawrah dan Al Quran. Nabi Musa AS mengetahui cerita air bah itu bukan dari
cerita turun-temurun melainkan langsung mendapatkan informasi dari Sumber
Informasi, yaitu Allah SWT dengan perantaraan wahyu. Demikian pula Nabi Muhammad
SAW mengetahui peristiwa air bah itu bukan dari pendeta Yahudi melainkan dari
Sumber Yang Satu, yaitu Allah SWA melalui wahyu. Nahnu Naqushshu 'alayka Ahsana
lQashashi bima- Awhayna- ilayka Ha-dza lQura-na wa in Kunta min qablihi lamina
lGha-filiyna (S.Yusuf,3). Kuceritakan kepadamu (hai Muhammad) qissah-qissah yang
terbaik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya sebelumnya
(engkau mendapatkan wahyu itu) engkau belum mengetahuinya (12:3).
Demikianlah dari penyajian di atas itu makin jelaslah bahwa ilmu
pengetahuan itu tidak mungkin otonom, tidak mungkin polos, tidak mungkin tidak
memihak, tidak mungkin tanpa nilai. Sebab yang dimaksud selama ini dengan
otonom, tanpa nilai, adalah pemihakan kepada para atheist, agnostik dan deist
yang bergabung dalam filsafat positivisme. Artinya pernyataan yang membiuskan
para pakar yang beragama Islam tentang polosnya ilmu pengetahuan itu adalah
pernyataan yang palsu.
Coba
bayangkan, betapa parah akibatnya jika seorang pakar Muslim yang taat asas pada
pernyataan otonomi ilmu pengetahuan itu lalu hanya mengadakan pendekatan
historis saja terhadap Epos Gilgamesy, memasukkan agama ke dalam disiplin
ilmu-ilmu kebudayaan, berarti ia mengingkari wahyu, yang berarti pula menolak
AlQuran itu sebagai kumpulan wahyu yang akhirnya berarti mengingkari kenabian
RasuluLlah SAW, maka murtadlah ia demi taat asas kepada ilmu pengetahuan yang
berlandaskan filsafat positivisme itu. Na'uwdzu bi Lla-hi min dzalik. WaLlahu
a'lamu bishshawab.
***
Makassr, 15 Desember 1991 [H.Muh.Nur Abdurrahman]
010. Surah Al Anfaal 25 dan Hadits Safinah tentang BICS
Syahdan, tersebutlah sebuah kisah nyata yang terjadi pada sebuah proyek
pembangunan sebuah pabrik yang berlokasi di Arasoe tidak jauh dari sebelah
selatan Watampone ibu kota kabuten dengan nama yang sama. Pada waktu terjadinya
kisah ini jalan raya belum mulus beraspal, melainkan masih berlubang-lubang. Dan
bila musin hujan, kerbau mempunyai fasilitas untuk berkubang di dalamnya. Sudah
hal yang lumrah, oto yang bermuatan lebih akan mengalami patah pegas. Dan itulah
yang menimpa nasib kendaraan proyek yang akan ke ibu kota. Fasalnya ialah
kendaraan beroda empat itu selamanya melebihi jumlah yang tercantum dalam
(S)urat (P)erintah (J)alan, oleh karena selalu dicegat oleh ibu-ibu para isteri
staf pegawai proyek. Dan tentu saja sang sopir tidak berani melarang
nyonya-nyonya itu untuk naik. Perlu dijelaskan bahwa di lokasi proyek/pabrik
telah lebih dahulu dibangun perumahan yang memadai bagi para pegawai staf
proyek, sehingga mereka dapat memboyong anak isterinya ke lokasi.
Saya
sebagai dosen mata ajaran management Fakultas Teknik Unhas diperbantukan di
proyek itu untuk menanggulangi peralatan mesin-mesin yang terbengkalai, agar
tidak menjadi besi tua. Fasalnya adalah proyek itu di bangun pada zaman Orde
Lama yang waktu itu banting stir ke kiri. Setelah pemberontakan komunis Gestapu,
terbengkalailah hubungan dengan negara tempat asal peralatan proyek itu. Maka
peralatan mesin-mesin itu terancam menjadi besi tua. Saya berdyukur mendapat
kesempatan untuk mempratekkan management Islami di lapangan.
Saya
sarankan kepada Ir Abd Rasyid yang kepala proyek untuk mengatasi masalah
kelebihan muatan, akibat keterlibatan nyonya-nyonya yang akan pergi shopping itu
di ibu kota kabupaten. Saran saya supaya diterapkan S. Al Anfaal 25 dengan
ilustrasi Hadits safinah. Sudah tentu kepala proyek tidak mengerti saran
itu.
Maka
saya informasikan sebagai berikut. Surah Al Anfaal 25 berbunyi demikian:
Wattaquw fitnatan laa tushiebanna-lladziena zhalamuw minkum chaashshah, artinya
peliharalah dirimu dari bencana yang ditimpakan tidak hanya khusus kepada
orang-orang yang zalim di antara kamu sekalian. Adapun ilustrasinya seperti yang
disabdakan Nabi Muhammad SAW dalam Hadits mengenai safinah (kapal atau perahu)
adalah seperti berikut: Nabi mengibaratkan kita ini menumpang sebuah kapal
dengan tempatnya masing-masing. Ada di geladak, ada di ruang bawah. Apabila yang
di bagian ruang bawah ingin mendapatkan air haruslah menempuh tata-cara yang
sudah digariskan. Naik dahulu ke geladak, kemudian menimba air, lalu turun lagi
ke bawah di tempatnya semula. Apabila yang bersangkutan ingin cepat mendapatkan
air, yang dikiranya itu adalah akselerasi modernisasi, ia akan menempuh
terobosan baru. Dengan melubangi dinding kapal, ia serta merta akan mendapatkan
air, tanpa susah-susah mengikuti posedur yang dilazimkan. Apabila ada seorang
penumpang lain memegang tangan orang itu sebelum sempat membuat lubang, maka
demikian sabda Nabi, si pencegah ini telah bertindak menyelamatkan dirinya,
menyelamatkan si pembuat terobosan baru, bahkan telah menyelamatkan seluruh
penumpang dan isi kapal dari bencana terkubur di dalam laut. Demikianlah
ilustrasi menurut Hadits safinah tersebut.
Setelah mendengarkan informasi itu, serta merta Ir Abd.Rasyid berucap, oh
itukan Built In Control System. Maka diterapkanlah prinsip BICS itu. Dibuatlah
ketentuan, apabila sopir melihat interfensi nyonya-nyonya yang akan menyebabkan
muatan melebihi seperti yang tercantum di atas SPJ, sopir dengan segera
mengembalikan oto ke garage. Uang jalan sopir tetap dibayarkan walaupun tidak
jadi berangkat. Jadi sopir yang tidak berani melarang itu tidak usah melarang.
Kembali ke garage berarti mendapatkan tambahan upah tanpa pergi meninggalkan
lokasi. Enak buat sopir.
Apa
yang terjadi sesudah itu? Penumpang-penumpang yang sah menurut SPJ dengan
serentak dan serempak melarang penumpang-penumpang yang tidak sah ikut naik.
"Maaf ibu-ibu silakan jangan naik, sebab kalau ibu-ibu berpartisipasi naik ke
oto, kami ini tidak jadi berangkat." Maka terjadilah BICS, karena semua
penumpang merasa berkepentingan melakukan aksi kontrol, berhubung menyangkut
kepentingan diri mereka masing-masing.
Maka
demikianlah adanya. S. Al Anfaal 25 dengan ilustrasinya Hadits safinah terasa
lebih asing bagi kebanyakan ummat Islam ketimbang BICS. Artinya milik sendiri
kurang banyak dikenal ketimbang milik yang dipinjam dari orang lain. WaLlahu
a'lamu bisshawab.
No comments:
Post a Comment
ini komentar