Menghimbau Kepada Kebaikan, Menyuruh yang Ma'ruf dan Mencegah yang Mungkar
Menghimbau atau mengajak di satu pihak dengan menyuruh dan mencegah di
lain pihak mempunyai perbedaan yang menyolok. Kalau yang dihadapi di luar jalur
kontrol kita, maka kita tidak dapat menyurhnya ataupun mencegahnya. Kita hanya
dapat menyuruh ataupun mencegah seseorang apabila dia itu di dalam jalur kontrol
kita. Contohnya si Ali yang bupati dalam kedudukannya sebagai bupati dapat
memerintah ataupun menyuruh si Alwi yang camat dalam urusan pemerintahan, oleh
karena si Alwi yang camat berada dalam garis komando si Ali yang bupati. Akan
tetapi si Ali yang sama tidak dapat memerintah si Alwi dalam hal pergi memancing
ikan, karena dalam hal ini si Alwi sebagai individu tidak lagi berada dalam
jalur kontrol si Ali sebagai individu. Maka sebagai individu si Ali
paling-paling hanya dapat mengajak ataupun menghimbau si Alwi sebagai seorang
individu untuk pergi memancing.
Saya
teringat suatu kejadian satu generasi sebelum saya, seorang muballigh datang
kepada seorang gallarang yang peminum yang sedang minum. Muballigh tersebut
langsung melarang si gallarang minum tuak. "Hai tuan gallarang jangan minum
tuak, itu haram", muballigh melarang. "Apa nukana (apa katamu)", bentak sang
gallarang, "he Anu alleanga' ballo' siguci (bawa kemari seguci tuak)". Kemudian
tuak seguci itu dituangkan ke tubuh sang muballigh. "He, ini mandilah tuak". Ada
pula seorang imam kalau ia mendapat laporan di sebuah tempat ada pattujuang,
maksudnya pesta minum tuak, yang istilah sekarang tuak party, sang imam
mendatangi tempat itu lalu menantang mereka: "Inai rewa anrinni (siapa yang
berani melawan di sini)". Dan kalau jagonya peminum ada yang berani, sang imam
yang juga jago silat, dalam tempo yang singkat, namun sengit, segera dapat
melumpuhkan si jago tuak. Setelah pertarungan itu selesai, sang imam baru
mengeluarkan perintah melarang minum minuman keras itu.
Pada
kasus yang pertama, sang muballigh seharusnya mengaplikasikan fungsionalisasi
ajaran Islam itu dengan cara menghimbau. Untuk itu ada metodenya menurut Al
Quran:
Ud'u
ila- sabiyli rabbika bi lhikmati wa lmaw'idzati lhasanati wa jadiluhum billatiy
hiya ahsan, himbaulah ke dalam jalan Maha Pengaturmu dengan bijak dan informasi
yang jelas dan berdiskusilah dengan mereka itu dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan pada kasus yang kedua, sang imam lebih dahulu menanamkan wibawa
untuk meletakkan para peminum itu di bawah jalur kontrol sang imam. Sesudah
jalur kontrol itu diperolehnya barulah ia melarang minum tuak. Jadi sang imam
dalam rangka fungsionalisasi ajaran Islam ia memakai jalur nahie munkar mencegah
kemungkaran, dengan mekanisme pertarungan fisik.
Maka
menyeru kepada kebaikan itu dihadapkan kepada mereka yang diluar jalur kontrol,
dengan metode da'wah: bijak, informasi yang baik dan diskusi. Sedangkan menyuruh
yang ma'ruf utamanya mencegah yang mungkar haruslah diciptakan jalur kontrol
terlebih dahulu, tegasnya penting adanya mekanisme yang menutup kesempatan
berbuat curang. Ibarat mekanisme berupa tudung saji untuk melindungi makanan
atau sajian dari terkaman kucing. Jadi fungsionalisasi ajaran Islam itu haruslah
berupa gabungan antara memperbaiki niat manusia dengan yad'uwna ila lkhayr, dan
mekanisme untuk menutup kesempatan dalam rangka nahi mungkar, oleh karena
berbuat jahat itu penyebabnya adalah kombinasi antara niat yang jahat dan
kesempatan yang terbuka lebar.
Baru-baru ini timbul heboh akademik tentang jual-menjual skripsi,
katakanlah heboh plagiat akademik. Untuk mencegah kemungkaran ini dalam tubuh
organisasi Lembaga Perguruan Tinggi perlu adanya mekanisme pada ujung tombak
organisasi yaitu jurusan. Apa yang saya kemukakan ini, yaitu mekanisme untuk
mencegah kemungkaran plagiat akademik, bukanlah suatu imajinasi. Mekanisme ini
telah bertahun-tahun dipakai di Unhas maupun di UMI. Mekanisme itu dalam tahap
awal adalah seminar judul. Judul yang telah disetujui oleh pembimbing
diseminarkan. Tujuannya agar supaya tidak tejadi duplikasi skripsi. Mekanisme
selanjutnya adalah seminar skripsi. Tujuan seminar utamanya adalah untuk
mengetahui apakah mahasiswa betul-betul melakukan penelitian sesuai apa yang
ditentukan dalam seminar judul. Yang lebih utama apakah ia menguasai materi
skripsi. Dalam seminar isi skripsi ini akan kentara betul jika mahasiswa itu
dibuatkan oleh orang lain. ekanisme terakhir tentulah seperti pada Lembaga
Perguruan Tinggi lainnya adalah ujian meja. Mudah-mudahan mekanisme ini dapat
diaplikasikan pula pada Perguruan Tinggi yang lain, sehingga kemungkaran plagiat
akademik dapat diperkecil sekecil-kecilnya, insya Allah. WaLla-hu a'lamu
bishshawab.
No comments:
Post a Comment
ini komentar