Alqur'an Buatan Nabi?
alhikmah.com - Setiap kegiatan yang memerlukan panduan
atau petunjuk selalu disertai dengan rasa percaya. Percaya bahwa panduan
tersebut bisa menjadi pedoman dalam menyelesaiakan pekerjaannya. Seorang pekerja harus pula percaya pada
petunjuk kerjanya—untuk dipraktekkan—agar memperoleh hasil kerja yang baik.
Begitu pula, bagaimana mungkin seseorang akan membeli obat penyembuh sakitnya
bila ia sendiri tidak yakin terhadap akurasi resep dokter yang
memeriksanya—terlepas dari alasan finansial ? Demikianlah kedudukan iman,
apalagi terhadap alQuran, sumber tuntunan setiap segi kehidupan. Berangkat dari
keadaan ini, maka pertanyaan di atas, bagi seorang muslim tidak lagi memerlukan
jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’, tetapi hendaknya dijadikan pemicu guna
mempertanyakan kembali keyakinan pada firman-firman Allah SWT. Keyakinan yang
meresap ke dalam jiwa untuk berupaya mengamalkannya. Minimnya nilai qurani yang
dipraktekkan dalam keseharian dapat menjadi jawaban seberapa besar animo kita
pada alQuran, yang pada akhirnya menjadi indikasi tentang seberapa besar kadar
iman kita pada alQuran alkarim, rukun iman yang ketiga ini. Artinya,
kesepakatan menjadikan alQuran sebagai pedoman hidup masih dalam tataran
formal. Bisa jadi—salah satu—penyebabnya adalah kekuatan iman kita menjadi
lemah ketika mulai berhadapan dengan ayat-ayat alQuran, di mana judul di atas
muncul dalam benak kita.
Upaya beriman pada alQuran yang dimulai dengan judul
tulisan ini, berarti harus menghadirkan alasan-alasan logis, bahwa alQuran
bukan buatan atau gubahan Nabi Muhammad SAW. Namun, perlu diketahui terlebih
dahulu mengenai sisi pribadi Rosul, guna mengantarkan kita pada pemahaman lebih
lanjut mengenai keistimewaan alQuran. Pertama, sisi keadaan Nabi sebagai
seorang ummiy, yakni tidak pandai membaca dan menulis, serta tidak pernah
belajar pada satu satuan pendidikan pun. Maka, jika ada yang mengatakan alQuran
adalah modifikasi Taurat, Injil dan hasil pemikiran Nabi Muhammad, jelas hal
ini mengada-ada. Karena, hingga abad keenam masehi pun (masa kehidupan Nabi),
belum ada satupun kitab Taurat dan Injil yang diterjemahkan dalam bahasa arab
(Deedat, Ahmed, The Choise, Dialog Islam dan Kristen , Pustaka Alkautsar,
Jakarta, 1999, hal 52).
Kedua, sisi lain keadaan Nabi sebagai seorang yang
bergelar al-Amin, yakni orang yang dapat dipercaya karena selalu jujur dan
tidak pernah berbohong. Untuk gelar inipun, adalah pemberian masyarakat quraisy
yang sebagian besar dari mereka tidak menyukai keberadaan Nabi bersama ajaran
yang dibawanya, alQuran. Demikianlah integritas kepribadian Nabi yang mulia ini
terbukti oleh sejarah, guna menghilangkan keraguan ummatnya. Untuk itulah, maka
argumentasi yang akan dikemukakan ini terutama bertujuan untuk memberikan
jawaban secara nalar, sembari mengajak hati untuk memulai hadir, sebagai
pembentuk iman.
Logika Subjektivitas
Membuat suatu aturan yang dapat diterima setiap orang
dalam jumlah yang banyak dan dalam kurun waktu yang cukup panjang tidaklah
mudah. Meskipun dalam pembuatannya telah disertakan berbagai wakil dari
kelompok masyarakatnya. Mekanisme pemilu salah satu contohnya, --bahkan hingga
kini pun-- kita masih mendengar berita tentang kecurangan pemilu, hasilnya yang
tidak ditandatangani, dan penyelewengan aturan lainnya, yang hal tersebut menguatkan
pernyataan di atas. Mengapa demikian ? Jelas, bahwa setiap diri yang terlibat,
sangat sulit membebaskan diri dari kepentingan, juga kebutuhan pribadi atau
kelompoknya, yang ini memang manusiawi.
Maka, bagaimana bisa suatu aturan hidup yang demikian
luas cakupannya ini dikatakan sebagai kata-kata hasil pemikiran Rosulullah SAW,
padahal telah nyata aturan tersebut diterima oleh banyak lapisan masyarakat
dunia ? Di sinilah, logika nalar kita menyebutkan : pembuat aturan tersebut
(alQuran) adalah Ia yang tidak memiliki kepentingan apapun terhadap manusia,
sekaligus Ia pula yang paling mengetahui hakikat kebutuhan setiap manusia di
seluruh dunia ini, agar aturan yang diciptakan-Nya diterima dan diamalkan.
Di antara sifat aturan yang disusun oleh manusia ialah
adanya potensi yang dimilikinya untuk mengalami perubahan. Tidak adanya
kemampuan manusia untuk mengetahui apa sebenarnya yang akan terjadi nanti,
menyebabkan semua aspek yang ada pada masa datang tidak termasuk dalam bagian
pertimbangan ketika membuat suatu keputusan dan peraturan. Paling-paling, hanya
berupa prediksi, analisa dan itu menjadi lemah karena tidak detil. Dan
seandiainya analisa dan prediksi itu betul, biasanya tidak bertahan lama dengan
adanya perubahan fakta yang terjadi. Jadi, apapun yang menjadi produk pemikiran
dan kerja manusia akan mengalami perubahan seiring dengan waktu, ia dinamis
dalam perubahannya. Maka pertanyaan 'apakah alQuran buatan Nabi?' menjadi
terbantahkan. Al-Quran, hingga kini
belum dan tidak akan pernah mengalami perubahan redaksi meski pun sedikit.
Tiada Bacaan Selain AlQuran
AlQuran secara harfiah bermakna bacaan yang mencapai
puncak kesempurnaan. Berikut ini kami
petikkan uraian Dr. Quraish Shihab mengenai kemahasempurnaan alQuran :
'Tiada suatu bacaan pun selain alQuran yang dibaca oleh
ratusan juta orang, baik mereka yang mengerti artinya maupun yang tidak
mengerti, bahkan dihafal redaksinya, huruf demi huruf. Lalu anehnya, para juara
pembacanya seringkali dari ka-langan mereka yang bahasa ibunya bukan bahasa
alQuran.'
'Tiada suatu bacaan pun yang mendapat perhatian
sedemikian serius melebihi al-Quran, perhatian yang tidak hanya tertuju kepada
sejarahnya secara umum, tetapi sejarah ayat demi ayat, baik dari masa, musim
dan waktu turunnya sampai pada sebab-sebab turunnya.'
'Tiada suatu bacaan pun seperti alQuran yang dipelajari
redaksinya, bukan hanya da-ri segi penempatan kata demi kata atau pe-milihan
kata tersebut, tetapi juga arti dan kandungan baik tersurat maupun
tersirat-nya.'
'Tiada suatu bacaan pun yang melebihi alQuran, yang
darinya ditulis ratusan ribu jilid tafsirnya, kandungan isinya, generasi demi
generasi, hingga saat ini.'
'Tiada suatu bacaan pun seperti halnya al-Quran, yang
dihitung jumlahnya bukan hanya bagian terbesarnya (surah-surahnya), melainkan
sampai ayat-ayat, kalimat, kata, hingga hurufnya sekalipun, dan kemudian
ditemukan rahasia-rahasi yang sangat mengagumkan dari perimbangan jumlah
bilangan kata-katanya.'
'Tiada suatu bacaan pun seperti alQuran, yang memiliki
kedalaman makna dalam redaksinya yang singkat, yang mempu memuaskan akal dan
menggetarkan jiwa pembacanya' (Shihab, Quraish, Mukjizat AlQuran, Mizan,
Bandung, 1999, hal. 48-58)
Penghargaan Spontan
alhikmah.com - Kekaguman, penghargaan yang menyatakan
sikap menerima al-Quran sebagai bacaan maha sempurna tidak hanya oleh mereka
yang meyakininya sebagai pedoman hidup. Bahkan dari musuh-musuh al-Qur'an pun
memberikan yang tidak diminta sehubungan dengan mukjizat alamiah dan ilahiyah
dari kitabullah ini.
Gibb dalam bukunya Mohammedanism, menulis : 'Tidak
seorangpun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan alat bernada
nyaring yang demikian mam-pu dan berani dan demikian luas ge-taran jiwa yang
diakibatkannya, seperti apa yang dilakukan oleh Muhammad (melalui alQuran)...'
(Shihab, Quraish, Mukjizat AlQuran, Mizan, Bandung, 1999, hal. 59)
Pendeta R. Bosworth-Smith, dalam bukunya Mohammed and
Mohammedanism menulis opini tentang alQur’an : 'Sebuah mukjizat dari kemurnian
gaya bahasa, kebijaksanaan dan kebenaran.'
A.J. Arberry dalam kata pengantar terjemahan alQuran
berbahasa inggrisnya, berkata: 'Setiap saya mendengar alQuran, sepertinya saya
sedang mendengarkan musik. Dalam alunan melodi, selama itu terdapat suara yang
terus memukul sebuah drum, seperti memukul-mukul hati saya.'
J. Shillidy, D.D. dalam The Lord Jesus ini the Koran,
Surat 1913, p.111 menyebutkan : 'AlQuran adalah injil kepunyaan mohammedan
(umat pengikut Nabi, Islam --red), dan lebih dihormati dari pada kitab suci
lainnya, lebih dari Perjanjian Lama orang Yahudi atau Perjanjian Baru orang
Kristen.' Ketiga pendapat terakhir ini diambil dari buku karangan : Deedat,
Ahmed, The Choise, Dialog Islam dan Kristen, Pustaka Alkautsar, Jakarta, 1999,
hal. 183-184.
Masih banyak lagi hal-hal senada yang dikemukakan,
termasuk Michael Hart, yang menempatkan baginda Rosulullah SAW dalam urutan
pertama dalam seratus tokoh dunia terkemuka, bukan saja karena kepemimpinannya
saja, tetapi kehebatan ajaran yang disebarnya, yang tiada lain adalah alQuran.
Apakah mereka semua ini menerima imbalan tertentu dari umat Islam karena
kalimat-kalimat di atas ? Mungkinkah terjadi konspirasi antara umat Islam
dengan golongan laisa minna yang bertujuan hanya untuk meningkatkan pamor
alQuran dan Islam, di mana harus melibatkan sekian banyak orang dalam kurun
waktu yang demikian panjang ? Mudah untuk menebaknya. Bahwa hanya kejujuran
ilmiah sajalah yang mendorong (memaksa -red) mereka untuk mengeluarkan hasil
ketidakpercayaan mereka atas alQuran !
Jawaban Nabi
Dari keistimewaan-keistimewaan yang tergambarkan ini,
mari kita bertanya, 'Biasanya, bagaimana sikap manusia terhadap suatu karya
(apapun bentuknya) yang mengandung nilai tinggi, karena keistimewaan yang
dimilikinya ?' Kenyataan menunjukkan : 'Barang tiruan justru lebih banyak dari
pada yang aslinya'. Demikian pula, tidak sedikit orang yang secara
terang-terangan mengaku karya istimewa milik orang lain sebagai hasil
kreatifitasnya. Jika demikian, mengapa karya agung yang begitu dahsyat
pengaruhnya ini dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW, seorang ‘manusia biasa’ ?
Lalu apakah Nabi pun akan bangga mengakuinya ? Hanya karena anugerah Allah-lah,
maka integritas kepribadian Nabi yang mulia ini, secara tegas dan pasti,
menyatakan : Tidak ! Mari kita baca apa yang mereka sebut sebagai kata-kata
Nabi itu (alQuran, yakni surah al-Ahqaf ayat 9) : 'Aku tidak lain kecuali
mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, dan aku tidak lain kecuali seorang
pemberi peringatan !'
Ada sebuah nasehat, bahwa memahami nilai yang terkandung
dalam suatu teks agama, tidaklah cukup dengan menggunakan akal saja, karena
pada saat yang sama, akal itu dapat membalikkan setiap kesimpulan yang
didapatinya dari teks agama tersebut. Oleh kerena itu, apa yang sudah
dipaparkan dalam tulisan ini akan menjadi efektif bila setiap kita memahami
bahwa alQuran benar-benar dari Allah, refleksi hati kita pun mengatakan
demikian.
Jika kita—dengan akal—berdecak kagum atas keistimewaan
alQuran ini, maka segeralah diiringi dengan pengakuan dari hati kita seraya
melafadzkan ‘subhanallah’. Apabila hal-hal ini diabaikan, maka kita tidak
berbeda dengan Gibb, R. Bos-worth, A.J. Arberry, atau yang lainnya. Pengenalan
mereka pada alQuran baru pada tahap kognitif. Belum menyertakan intuisi.
Meskipun mereka melakukan penelitian yang demikian detil, panjang dan
melibatkan berbagai perangkat ilmiah lainnya pada alQuran, tetapi mereka tidak
menyertakan satu hal lain yang harus dilibatkan, yakni kehadiran hati. Dapat
saja dikatakan, orang-orang ini pada hakikatnya tidak memperoleh apa-apa,
meskipun orang lain dapat menerima alQuran sebagai pedoman hidup karena
kalimat-kalimat mereka, dan inipun berkat kehadiran hati.
Padahal, yang seharusnya kita lalui bersama agar pemahaman
atas alQuran ini tidak sia-sia adalah ketika indera menangkap isi kandungannya,
kemudian akal mengolahnya sebagai pengetahuan yang meyakinkan, diteruskan pada
penerimaan hati agar diresapi dalam jiwa sehingga menjadi satu akidah yang
kuat, yang mampu memberikan keputusan dan sikap tegas serta membimbing diri
pada jalan yang seharusnya.
Alasan-alasan yang disebutkan di atas, insya Allah telah
dapat memberikan sumbangsih dalam upaya membuktikan: Al-Quran bukan buatan
Nabi. Selaras dengan tujuan untuk memperkuat bukti, bahwa Allah-lah yang
menurunkan al-Quran (al-Quran memang benar-benar firman Allah). Untuk itu,
sebaiknya kita tidak melewatkan sebuah pertanyaan, "Bagaimana dengan
mukjizat ? Apakah tidak ada mukjizat al-Quran yang mampu meyakinkan pembacanya,
bertekad untuk mengamalkannya ?" Dalam rangka misi inilah, insyaAllah
penulis akan meneruskan tulisan ini pada bagian ketiga, yang memberikan
penjelasan lanjut mengenai mukjizat-mukjizat al-Quran.
Sifat Mukjizat Al-Qur'an
alhikmah.com -Jika yang dimaksud dengan mukjizat dari
pertanyaan sebelumnya adalah mengubah tongkat menjadi ular, menghidupkan orang
mati, atau hal-hal sejenis lainnya, maka bukan itu jawabannya.
Mukjizat-mukjizat yang demikian bersifat inderawi. Ia dapat diketahui cukup
melalui indera-indera kita yang lima. Berarti, mukjizat seperti ini bersifat
terbatas. Terbatas pada ruang dan waktu tertentu saja, di saat mukjizat itu
terjadi, sehingga kurang diyakini bagi mereka yang ragu, karena tidak dapat
merasakan atau setidaknya melihat secara langsung. Sebaliknya, mukjizat
al-Quran tidak dapat diketahui hanya
dengan indera saja, tetapi keterlibatan akal lebih dominan. Hal-hal yang
demikian inilah yang membedakan sifat mukjizat Nabi Muhammad SAW (al-Qur’an)
dengan mukjizat nabi-nabi sebelum beliau. Mukjizat al-Quran dapat kita lihat
pada isi kandungannya.
Tingkat kemukjizatan yang ada pada al-Quran ini seakan
menandaskan bahwa mukjizat al-Quran hanya dapat dirasakan oleh mereka yang
mempergunakan akal. Dapat kita baca kembali, bagaimana respon orang-orang kafir
itu (Gibb, A.J. Arberry, dan lainnya, lihat tulisan sebelumnya) terhadap
al-Quran setelah mengetahui isi kandungannya, tentunya dengan akal pikiran
mereka sendiri. Oleh karena itu, ayat-ayat yang ada di dalamnya menunjukkan bahwa
segmen al-Quran adalah orang-orang yang mempergunakan akalnya, bukan
orang-orang yang hanya mengandalkan sarana inderawinya saja.
Dengan sifat kemukjizatannya yang sedemikian rupa ini,
maka ia tidak saja dapat diketahui oleh banyak manusia, tetapi juga tidak
terikat pada waktu, sebagaimana mukjizat-mukjizat yang terdahulu. Namun
demikian, bukan berarti Nabi Muhammad SAW tidak pernah memperoleh mukjizat
lainnya. Hal-hal luar biasa yang pernah nabi alami dapat kita ketahui melalui
shirah kehidupannya. Awan yang membuat beliau tetap merasa teduh meski udara
panas, air yang keluar di antara sela jari-jarinya, atau makanan sedikit namun
mengenyangkan banyak orang, dan lain-lain adalah sebagai peristiwa yang pernah
dialami beliau. Tetapi tujuannya bukan untuk menentang mereka yang ragu
terhadap tugas kerisalahannya, atau untuk membuktikan kebenaran kenabiannya,
melainkan lebih pada sebagai anugerah Allah kepada Nabi dan bantuan bagi ummat
Islam.
Mukjizat Nabi Musa berupa tongkat yang dapat berubah
menjadi ular diberikan di tengah-tengah masyarakatnya yang memiliki kemampuan
di bidang sihir. Begitu pula kemampuan mukjizat mengembalikan penglihatan orang yang buta, menyembuhkan penyakit sopak
dan menghidupkan orang mati dianugerahi oleh Allah kepada Nabi Isa untuk
menghadapi ummatnya yang amat mahir dalam bidang pengobatan. Apa sebenarnya
yang ingin diungkap ? Bahwa ternyata Allah memberi mukjizat pada utusannya
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing ummatnya, untuk
menantangnya—dan mereka sudah pasti tidak mampu menandinginya—agar mengakui dan
mengikuti misi risalah nabi yang diutus. Akan lebih memudahkan, bila kita
pahami satu perumpamaan berikut. Seorang pelari kuat yang ingin membuktikan
kebenaran anggapannya—ia adalah pelari handal—tentu tidak akan menantang
orang-orang yang cacat kakinya. Dengan menandingi mereka yang sama kemampuan
larinya bahkan lebih, dan ia berhasil mengalahkannya, otomatis kebenaran
anggapannya terbukti.
Keindahan dan Ketelitian Bahasanya
Demikian pula halnya dengan al-Quran. Masyarakat arab
ketika itu mempunyai kehebatan dalam membuat kalimat-kalimat indah, pepatah dan
syair atau puisi. Mereka saling berlomba untuk menciptakannya, dan menjadi
suatu kebanggaan. Maka mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad adalah
pernyataan-pernyataan (firman Allah) dengan kadar keindahan bahasanya yang luar
biasa, sehingga tidak mungkin tertandingi, di samping muatan pesan dan perintah
yang ada di dalam mukjizat itu—al-Quran. Al-Quran sendiri memberi tantangan
kepada siapapun yang meragukan kebenarannya. Bahkan, secara telak ia (al-Quran)
telah memastikan ketidakmampuan manusia, juga jin, untuk menandingi
keagungannya. “Katakanlah : ‘Seandainya manusia dan jin berhiimpun untuk
menyusun semacam al-Quran ini, mereka tidak akan mampu melakukannya, walaupun
saling membantu” (QS. 17 : 88)
Di antara aspek utama kemukjizatan al-Quran ada tiga,
aspek keindahan dan ketelitian bahasa, isyarat ilmiah dan pemberitaan ghaib.
Dari kenyataan di atas, dapat dikatakan, bahwa keunikan dan keistimewaan
al-Quran dari segi bahasa, merupakan mukjizat pertama dan utama, karena aspek
isyarat ilmiah dan pemberitaan ghaib tidak dapat mereka (masyarakat arab di
zaman nabi) pahami kecuali setelah beberapa abad kemudian.
Disadari, untuk memahami mukjizat keindahan dan
ketelitian bahasa al-Quran, dibutuhkan kemampuan dan pengetahuan berbahasa arab
yang cukup tinggi. Meskipun demikian, kita dapat melihat sisi-sisi lain dari
mukjizat al-Quran untuk aspek yang satu ini :
Nada dan Langgamnya.
Ketika membaca al-Quran, maka hal pertama yang dirasakan
adalah nada dan langgam dari tiap ayat yang dibaca. Keunikannya dapat dilihat
pada ritme dan irama ketika diucapkan. Satu contoh, yang ada dalam surat
an-nazi’at: Di saat selesai pada ayat kelima, diteruskan pada ayat selanjutnya,
namun dengan nada lain, berbeda dengan lima ayat pertamanya, sehingga tidak
terasa adanya suasana bacaan yang monoton. Jika kita membuka lembaran-lembaran
al-Quran pada halaman lainnya, niscaya akan ditemukan pula irama-irama ayat
dengan keindahan lainnya. Simaklah juga rentetan al-asmaul husna dalam surat
al-Hasyr ayat 22-24, dan demikian seterusnya, “al-Quran mempunyai simfoni yang
tidak ada taranya, di mana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk
menangis dan bersuka cita”. Kalimat terakhir ini merupakan ungkapan seorang
cendekiawan Inggris, Marmaduke Pickthall dalam The Meaning of Glorious Quran.
Penulis ini memeluk Islam sebelum menterjemahkan al-Quran, dan kita tidak dalam
sebuah posisi untuk membuktikan apakah ia menulis pengaruh nada al-Quran
tersebut sebelum atau sesudah keIslamannya. (Deedat, Ahmed, The Choise, Dialog
Islam-Kristen, Pustaka Alkautsar, Jakarta, 1999, hal. 184).
Keseimbangan Kata-Katanya
Tidak ada kata “kebetulan” untuk perimbangan kata-kata
yang ada dalam al-Quran ini. Keseimbangan kata-kata tersebut begitu pas dan
sama sekali tidak dibuat-buat. Berikut ini kami kutipkan sebagian apa yang
telah diringkas oleh Dr. Quraish Shihab mengenai keseimbangan itu.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan
antonimnya :
-
Al-hayaah / kehidupan dan al-Maut / kematian masing-masing sebanyak 145
kali.
- An-naf’
/ manfaat dan al-fasaad / kerusakan masing-masing sebanyak 50 kali.
- A-harr /
panas dan al-bard / dingin masing-masing sebanyak 4 kali.
-
Ash-shalihat / kebajikan dan as-sayyiat / keburukan masing-masing
sebanyak 167 kali.
-
Ath-thuma’ninah / kelapangan atau ketenangan dan ad-dhiiq / kesempitan
atau kekesalan masing-masing sebanyak 13 kali
-
Ar-rahbah / cemas atau takut dan ar-raghbah / harap atau ingin
masing-masing sebanyak 8 kali.
- Al-kufr
/ kekufuran dan al-Iman / iman masing-masing sebanyak 17 kali (dalam bentuk
definite).
- Kufr dan
Iman masing-masing sebanyak 8 kali (dalam bentuk indefinite).
-
Ash-shaif / musim panas dan asy-syitaa’ / musim dingin masing-masing
sebanyak 1 kali.
Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonim atau
makna yang dikandungnya :
- Al-harts / membajak sawah dan az-ziraa’ah /
bertani masing-masing 14 kali.
- Al-‘ujub
/ membanggakan diri dan al-ghurur / angkuh masing-masing 27 kali.
-
Adh-dhaalluun / orang sesat dan al-mauta / mati (jiwanya) masing-masing
17 kali.
-
Al-quran, al-wahyu dan al-islam, masing-masing 70 kali.
- Al-aql /
akal dan an-nuur / cahaya masing-masing 49 kali.
- Al-jahr
/ nyata dan al-‘alaaniyah / nyata masing-masing 16 kali.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah
kata yang menunjuk kepada akibatnya :
-
Al-infaaq / menafkahkan dan ar-ridhaa / kerelaan masing-masing 73 kali.
- Al-bukhl
/ kekikiran dan al-hasrah / penyesalan
masing-masing 12 kali.
-
Al-kaafiruun / orang-orang kafir dan an-naar / neraka masing-masing 154
kali.
-
Az-zakaah / penyucian dan al-barokaat / kebajikan yang banyak
mesing-masing 32 kali.
-
Al-faahisyah / kekejian dan al-ghadhab / murka masing-masing 26 kali.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan
penyebabnya :
-
Al-israaf / pemborosan dan as-sur’at / ketergesa-gesaan masing-masing 23
kali.
-
Al-mau’izhah / petuah atau nasihat dan al-lisaan / lidah masing-masing
25 kali.
- Alasraa
/ tawanan dan al-harb / perang masing-masing 6 kali.
-
As-salaam / kedamaian dan ath-thaayyibaat / kebajikan masing-masing 60
kali.
Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib
· Tentang
Reproduksi
Di antara ayat yang berbicara mengenai proses penciptaan
manusia, terdapat dalam surat al-Qiyamah dari ayat 37, “Bukankah dia dahulu
nuthfah dari mani yang dituangkan (ke dalam rahim), kemudian ia menjadi
‘alaqah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya ? Lalu Allah
menjadikan darinya sepasang lelaki atau perempuan ? Manusia dinyatakan berasal
dari nuthfah (setetes). Tidak berasal dari seluruh mani yang dituangkan. Ayat
ini kemudian tidak bertentangan, alias sejalan
dengan kenyataan ilmiah. Bahwa hanya satu sel sperma saja yang mampu
membuahi—dari + dua ratus juta benih manusia ini—sel telur (ovum), sekaligus
sebagai penentu jenis kelamin di mana sel sperma tersebut memiliki
kandungan, yang disebut dengan kromosom. Proses ini bisa kita ikuti secara
detail dalam sebuah video “Keajaiban Penciptaan Manusia” karya Harun Yahya,
· Tentang
Semua Makhluq Hidup Berpasang-pasangan
Bukan hanya manusia yang disebutkan al-Qur’an hidup
berpasang-pasangan. Namun semua makhluq selain manusia juga demikian. Allah
berfirman: “Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,
dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang
tidak mereka ketahui (QS. Yaasin: 36). “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat (kebesaran Allah) (QS. Ad-Dzariyat: 49) (Qardlawi, Yusuf,
Dr., Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, GIP, 1999, hal
320).
· Tentang
Kejadian Alam Semesta dan air sebagai sumber kehidupan
Isyarat tentang langit dan bumi berasal dari satu
gumpalan, disebutkan, “Tidakkah orang-orang kafir memperhatikan bahwa langit
dan bumi tadinya merupakan satu yang padu (gumpalan) kemudian Kami
memisahkannya dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa
mereka juga tidak beriman ?” (QS. 21 : 30) Meskipun ia tidak menjelaskan
bagaimana pemisahannya, berita ini dibenarkan oleh observasi para ilmuwan
melalui teori ‘big-bang’. Tidak itu saja, Allah kemudian melanjutkan dengan
firman-Nya, bahwa air merupakan sumber segala kehidupan. Sesuai dengan apa yang
disebut para ilmuwan mengenai protoplasma yang berasal dari laut, yang
daripadanya tercipta kehidupan. Dengan kata lain, semua kehidupan berasal dari
laut, yakni air!
· Tentang
Fir’aun
Firman Allah, “Maka pada hari ini, Kami selamatkan
badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran orang-orang (generasi) yang datang
sesudahmu. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasaan Kami” (QS. 10 : 92). Bahwa kebenaran tentang Bani Israil yang
menyeberangi lautan bersama Nabi Musa,
memang telah diakui.
Begitu pula dengan tenggelamnya Fir’aun di Laut Merah ketika mengejar
rombongan Nabi Musa yang berhasil menyeberangi laut. Namun tidak ada satu orang
pun di masa Nabi Muhammad SAW yang mengetahui
menyangkut tetap Utuhnya badan
Fir’aun—meski telah ribuan tahun—sebagai pelajaran generasi sesudahnya. Dan
ternyata jasad Fir’aun baru ditemukan pada abad ke-18. Dan sampai sekarang pun
jasad yang sudah menjadi mummi itu masih ada dan disimpan di Museum Mesir.
Khotimah
Subhanalloh! Empat berita ini dan masih banyak lagi,
telah cukup memberikan bukti kebenaran firman Allah, karena siapa lagi kalau
bukan Allah, zat yang maha mengetahui—tanpa penelitian apapun—lagi maha
kuasa—membuat badan Fir’aun tetap utuh? Tentunya masih banyak hal- lain sebagai
bukti kemukjizatan al-Qur’an yang belum terungkap dan membuat ummat manusia
berusaha menggalinya lebih dalam lagi. Hanya orang-orang yang beriman (istilah
lain bagi ahli dzikr) dan memanfaatkan
potensi fikirnyalah yang akan mampu mengambil manfaat yang optimal dari
al-Qur’an. Tidak sebagaimana kebanyakan ummat Islam yang hanya bangga dengan
kebesaran mukjizat al-Qur’an tanpa melakukan apa-apa, tidak pula sebagaimana
orang-orang non-islam yang berhasil melakukan investigasi dan menunjukkan
kebenaran al-Qur’an tetapi tidak sanggup mengubah hati mereka untuk beriman
kepada Tuhan yang telah menurunkan-Nya. Akhirnya, marilah kita renungkan firman
Allah SWT: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang
dan malam adalah menjadi tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi ulul-albab (orang
yang cerdas). Yaitu mereka yang senantiasa berdzikir kepada Allah di saat
berdiri, duduk dan berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi
seraya berkata “Ya Tuhan kami Sungguh tiada yang kau ciptakan ini sia-sia, maha
suci Engkau maka periharalah kami dari
adzab api neraka”” (QS. 3. 190-191).
Wallohu a’lam
Maraji’
Al-Qur’anul Karim Terjemahan Depag.
Ibnu Katsir , Tafsirul Qur’anil adhim.
Deedat, Ahmed, The Choise, Dialog Islam-Kristen, Pustaka
Alkautsar, Jakarta, 1999.
Shihab, Quraish, Dr, Mukjizat Al-Quran, Mizan, Bandung,
1999.
Qardlawi, Yusuf,
Dr., Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, GIP, 1999.
Yahya, Harun, Keajaiban Penciptaan Manusia, VCD, NCR.
No comments:
Post a Comment
ini komentar