MENGELABUI UMAT ISLAM DENGAN MENGAKU SEBAGAI “PENGIKUT
ULAMA SALAF”
Sudah diketahui secara luas, bahwa kaum Salafi &
Wahabi ini mengaku sebagai “pengikut ulama salaf”. Dengan modal pengakuan itu,
ditambah lagi dengan banyak menyebut rujukan kitab-kitab atau perkataan para
ulama salaf, mereka berhasil meyakinkan banyak kalangan awam bahwa mereka
benar-benar “salafi” dan ajaran Islam yang mereka sampaikan adalah ajaran yang
murni yang tidak terkontaminasi oleh bid’ah.
Tahukah anda, bahwa itu semua hanya sebatas pengakuan
yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Mereka tidak benar-benar mengikuti para
ulama salaf, bahkan mereka sungguh tidak sejalan dengan para ulama salaf.
Mengapa begitu, apa buktinya?
Jawabannya, karena kaum Salafi & Wahabi ini tidak
menjadikan seluruh ajaran ulama salaf atau pendapat-pendapat mereka sebagai
pedoman dalam menjalani kehidupan beragama, tetapi yang mereka lakukan
sebenarnya adalah memilih-milih (mensortir/menyeleksi) pendapat para ulama
salaf yang sejalan dengan faham Salafi & Wahabi. Lalu hasil seleksi
(sortiran) itu kemudian mereka kumpulkan dalam bentuk tulisan-tulisan yang
menghiasi fatwa-fatwa mereka tentang bid’ah. Kemasan seperti ini berhasil
menipu banyak orang, padahal fatwa-fatwa atau sikap beragama mereka banyak yang
bertentangan dengan para ulama salaf. Contohnya:
a. Kaum Salafi & Wahabi yang mengaku beribadah selalu
berasarkan sunnah Rasulullah Saw. sepertinya tidak suka memakai ‘imamah (sorban
yang dililit di kepala), padahal itu adalah sunnah Rasulullah Saw. yang
dikerjakan oleh para ulama salaf, seperti Imam Malik bin Anas (lihat Ad-Dibaj
al-Madzhab, Ibrahim al-Ya’muri, juz 1, hal. 19).
b. Kaum Salafi & Wahabi menganggap bahwa membaca
al-Qur’an di kuburan adalah bid’ah dan haram hukumnya, sementara Imam Syafi’I
& Imam Ahmad menyatakan boleh dan bermanfaat bagi si mayit (lihat Fiqh
as-Sunnah, Sayyid Sabiq, juz 1, hal. 472). Bahkan Ibnul-Qayyim (rujukan Kaum
Salafi) menyatakan bahwa sejumlah ulama salaf berwasiat untuk dibacakan
al-Qur’an di kuburan mereka (lihat Ar-Ruh, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, hal. 33).
c. Kaum Salafi & Wahabi berpendapat bahwa bertawassul
dengan orang yang sudah meninggal seperti Rasulullah Saw. atau para wali adalah
bid’ah yang tentunya diharamkan, padahal para ulama salaf (seperti: Sufyan bin
‘Uyainah, Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, Imam
Ibnu Khuzaimah, Imam Thabrani, dan lain-lainnya) bukan duma membolehkannya,
bahkan mereka juga melakukannya dan menganjurkannya (lihat Membongkar
Kebohongan Buku “Mantan Kiai NU Menggugat Shalawat & Zikir Syirik”, Tim
PCNU Jember, hal. 37-54).
d. Kaum Salafi & Wahabi tidak mau menerima pembagian
bid’ah menjadi dua (sayyi’ah/madzmumah & hasanah/mahmudah) karena menurut
mereka setiap bid’ah adalah kesesatan, padahal Imam Syafi’I (ulama salaf) telah
menyatakan pembagian itu dengan jelas, dan pendapatnya ini disetujui oleh
mayoritas ulama setelah beliau.
e. Kaum Salafi & Wahabi seperti sangat alergi dengan
hadis-hadis dha’if (lemah), apalagi yang dijadikan dasar untuk mengamalkan
suatu amalan yang mereka anggap bid’ah, padahal ulama salaf seperti Imam Ahmad
bin Hanbal dan Ibnu Mahdi menganggap hadis-hadis dha’if sebagai hujjah dalam
hukum. sedangkan para ulama hadis telah menyetujui penggunaan hadis-hadis
dha’if untuk kepentingan fadha’il a’mal (keutamaan amal). (Lihat al-Ba’its
al-Hatsis, Ahmad Muhammad Syakir, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, hal.
85-86).
f. Para ulama salaf tidak pernah mengharamkan peringatan
Maulid Nabi Muhammad Saw. atau yang lainnya sebagaimana yang difatwakan kaum
Salafi & Wahabi sebagai bid’ah tanpa dalil terperinci.
g. Para ulama salaf tidak pernah memandang sinis orang
yang tidak sependapat dengan mereka, dan mereka juga tidak mudah-mudah memvonis
orang lain sebagai ahli bid’ah, apalagi hanya karena perbedaan pendapat di
dalam masalah furu’ (cabang). Imam Ahmad yang tidak membaca do’a qunut pada
shalat shubuh tidak pernah menuding Imam Syafi’I yang melakukannya setiap
shubuh sebagai pelaku bid’ah.
Masih banyak hal-hal lain yang bila ditelusuri maka akan
tampak jelas bahwa antara pemahaman kaum Salafi & Wahabi dengan para ulama
salaf tentang dalil-dalil agama sungguh jauh berbeda. Jadi, sebenarnya kaum
Salafi & Wahabi ini mengikuti ajaran siapa?
Pendapat para ulama salaf itu bagaikan barang dagangan di
sebuah Supemarket, bermacam-macam ragam, jenis, dan warnanya. Kaum Salafi &
Wahabi memasuki “Supermarket ulama salaf” itu sebagai pelanggan yang punya
selera tertentu. Anggaplah bahwa pelanggan itu penggemar warna merah, dan ia
menganggap bahwa warna merah adalah warna yang sempurna. Maka, saat memasuki
Supermarket tersebut, ia hanya akan memilih belanjaan yang serba merah
warnanya. Setelah itu ia bercerita kepada setiap orang seolah-olah Supermarket
itu hanya menjual barang-barang berwarna merah.
Pada tahap berikutnya, ia meyakinkan orang bahwa dirinya
adalah penyalur resmi dari Supermarket “merah” tersebut, sehingga orang-orang
percaya dan merasa tidak perlu datang sendiri jauh-jauh ke supermarket
tersebut, dan tentunya mereka merasa cukup dengan sang penyalur resmi
“gadungan” dalam keadaan tetap tidak tahu bahwa supermarket “merah” itu
sebenarnya juga menjual barang-barang berwarna hijau, biru, kuning, putih,
hitam, orange, dan lain-lainnya.
Ya, kaum Salafi & Wahabi ini tampil meyakinkan
sebagai “penyalur resmi” ajaran ulama salaf, dan mereka berhasil meyakinkan
banyak orang bahwa ajaran ulama salaf yang murni adalah seperti apa yang mereka
sampaikan dalam fatwa-fatwa anti bid’ah mereka. Pada akhirnya orang-orang yang
percaya tipu daya ini mencukupkan diri untuk memahami ajaran ulama salaf hanya
melalui mereka. Padahal, si “penyalur gadungan” ini sebenarnya hanya
mengumpulkan pendapat ulama salaf yang sejalan dengan tendensi pemikirannya
sendiri, lalu menyajikannya atas nama mazhab ulama salaf. Jadi, yang mereka
sampaikan sebenarnya bukan ajaran ulama salaf, melainkan hasil seleksi,
persepsi, dan kesimpulan mereka terhadap ajaran ulama salaf. Beda, kan?!!
SUMBER: Buku “Menyingkap Tipu Daya dan Fitnah Keji Salafi
Wahabi”
ktbgroup.blogspot.com
No comments:
Post a Comment
ini komentar